Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Jurus Merangkul Gen Z di Tempat Kerja

Kompas.com - 30/03/2023, 09:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELUM lama ini saya mendapatkan "curhatan" dari teman kuliah yang merupakan seorang kepala departemen di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia mengeluhkan kelakukan beberapa anggota timnya yang membuatnya stres bukan kepalang. 

Teman saya itu mengaku sering diperlakukan bak "teman nongkrong" oleh bawahannya sendiri. Ada salah satu anggota bawahannya yang sering memanggilnya ketika meminta tolong. Sebagian yang lainnya secara terang-terangan mengajak berdebat terbuka ketika argumennya dianggap tidak masuk akal. Banyak juga anggota timnya yang tiba-tiba mengundurkan diri karena merasa tidak mendapatkan umpan balik.

Baca juga: Memahami Gen Z Indonesia

Setelah berdiskusi panjang lebar, ternyata semua anggota tim yang dianggap "meresahkan" tersebut adalah para fresh graduate yang datang dari generasi z atau gen z. Generasi yang tentu berbeda dengan dirinya yang merupakan gen y alias milenial. 

Siapa Gen Z? 

Selama bertahun-tahun, para pemimpin di berbagai sektor fokus untuk lebih memahami generasi milenial. Khususnya sejak makin populernya artikel karangan Joel Stein di majalah Time yang berjudul "The Me Me Me Generation".

Namun, belakangan generasi z sudah mulai "membanjiri" angkatan kerja. Mereka lahir antara sekitar tahun 1997 dan 2012. Anggota tertua gen z mulai atau sudah merintis karier. Ini berarti dinamika tempat kerja akan mulai bergeser saat generasi x dan bahkan gen y menjadi manajemen dan generasi baby boomers mulai pensiun. 

Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sebanyak 27,94 persen populasi Indonesia adalah gen z. Jumlah mereka sudah mengalahkan milenial  (25,87 persen) yang sebelumnya digadang-gadang menjadi lokomotif kemajuan di Tanah Air.

Baca juga: 5 Kebiasaan Gen Z Saat Belanja, Sangat Berbeda dengan Generasi Lain

Jika melihat komposisi gen y dan gen z, kita semua tentu setuju bahwa keduanya  memegang peranan penting pada kemajuan bangsa saat ini dan tahun-tahun mendatang. 

Seberapa Baik Pemahaman Kita Tentang Gen Z? 

Menurut sejumlah pakar, gen z dianggap anti-identitas. Sebagai kelompok, mereka menghindari label dan merangkul otonomi maupun ekspresi individu. Mereka lebih cenderung liberal secara sosial dan politik dan cenderung tidak mengatakan bahwa jenis kelamin, orientasi seksual, atau ras mereka adalah komponen kunci dari identitas mereka. 

Secara umum gen z memang disebut-sebut memiliki harapan maupun perspektif pekerjaan yang berbeda dan dinilai begitu menantang bagi organisasi mana pun. Mereka mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memudahkan berbagai sendi kehidupan.

Terhubung di internet bagi mereka seolah-olah sama pentingnya dengan bernafas karena mereka lahir di abad digital.  Berdasarkan temuan riset Bruce Tulgan selama satu dekade, ada lima karakteristik utama gen z yang menjadi pembeda dengan generasi sebelumnya. 

Pertama, media sosial adalah cerminan masa depan mereka. Generasi ini tidak pernah mengenal dunia yang benar-benar terasing dari keberadaan orang lain. Media sosial menjadi jembatan atas keterasingan, karena semua orang dapat terhubung, berkomunikasi, dan berinteraksi. 

Hal itu berkaitan dengan karakteristik kedua, bahwa keterhubungan gen z dengan orang lain merupakan hal yang terpenting.

Ketiga, kesenjangan keterampilan dimungkinkan terjadi dalam gen z. Ini yang menyebabkan upaya mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya seperti komunikasi interpersonal, budaya kerja, keterampilan teknis dan berpikir kritis harus intensif dilakukan.

Baca juga: 5 Kebiasaan Gen Z Saat Belanja, Sangat Berbeda dengan Generasi Lain

Keempat, kemudahan gen z berselancar secara virtual menyebabkan pengalaman mereka menjelajah secara geografis menjadi terbatas.  Namun, kemudahan mereka terhubung dengan banyak orang dari beragam belahan dunia menyebabkan gen z memiliki pola pikir global. 

Terakhir, keterbukaan gen z dalam menerima berbagai pandangan dan pola pikir, menyebabkan mereka mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan akan suatu hal. Namun, dampaknya kemudian mereka cukup kesulitan untuk mendefinisikannya sendiri.

Identitas diri yang terbentuk sering kali berganti menyesuaikan berbagai aspek yang memengaruhi cara mereka berpikir dan bersikap. 

Memimpin Gen Z Secara Efektif

Dengan menyadari beberapa karakteristik di atas, bagaimana cara bekerja sama atau memimpin mereka secara efektif? Apakah berkolaborasi dengan gen z perlu pendekatan khusus? Berikut beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk merangkul mereka. 

Pertama, utamakan work-life balance. Sebagai sebuah kelompok, generasi-z lebih suka berwirausaha,  cerdas secara teknologi, dan individualistis ketimbang generasi sebelumnya. Seperti generasi milenial sebelum mereka,  gen z menghargai keseimbangan kehidupan-kerja dan menjaga kesehatan mental dengan cara yang tidak pernah dipelajari oleh generasi baby boomers.

Kedua, pimpin dengan contoh. Gen z tidak suka diberi tahu apa yang harus dilakukan dan tidak akan patuh begitu saja seperti generasi sebelumnya. Memimpin dengan memberikan keteladanan melalui visi dan umpan balik menjadi lebih penting dari sebelumnya.

Tempatkan mereka pada posisi dimana mereka melihat diri mereka memiliki pengaruh paling besar dan di mana kita tahu bahwa kita dapat memimpin mereka menuju kesuksesan.

Ketiga, pahami kebutuhan mereka. Generasi z adalah generasi pertama yang menuntut apa yang mereka yakini penting di tempat kerja. Ini termasuk menginginkan lebih, termasuk memprioritaskan kesehatan mental, memiliki fleksibilitas dengan jam kerja, mendapatkan lebih banyak waktu liburan dan tidak menetap.

Pemimpin harus mulai memahami kebutuhan karyawan gen z dengan melakukan dialog terbuka, meminta umpan balik, dan bereaksi dengan tepat untuk menghindari turnover yang tinggi.

Keempat, berikan peluang pertumbuhan. Karyawan gen z umumnya memandang kehidupan kerja mereka sebagai cara untuk belajar, tumbuh dan berkembang dan tidak terikat pada satu peran atau perusahaan.

Pemimpin perlu memahami pola pikir ini, kemudian memberikan kesempatan kepada talentanya untuk terus belajar dan tertantang dengan pengalaman baru. Gen z juga membawa perspektif baru dan berbeda ke tempat kerja yang dapat dipelajari oleh para pemimpin, sehingga para pemimpin dapat memperoleh manfaat dari "mentoring terbalik".

Kelima, manfaatkan keinginan gen z untuk berubah. Gen z akan terus menantang status quo dan memiliki lebih banyak suara dan dampak di tempat kerja. Para pemimpin harus menyadari bahwa gen z bukanlah "alien" dari planet lain (seperti yang sering digambarkan), melainkan merupakan katalisator kolektif untuk perubahan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong perubahan strategis.

Pemimpin yang gagal memanfaatkan kekuatan gen z menempatkan organisasi mereka pada posisi yang tidak menguntungkan.

Keenam, fokuslah pada pendekatan personal. Sangat mudah untuk membuat stereotip generasi yang berbeda, tetapi berfokus pada individu dan apa yang memotivasi dan menginspirasi mereka adalah jalan terbaik ke depan.

Dengan mengetahui gen z termotivasi oleh perasaan dihargai, berkontribusi, dan membuat perubahan di tempat yang penting; para pemimpin harus mengikat upaya untuk memberi dampak, memperkuat apresiasi mereka, dan mempertimbangkan investasi dalam pengembangan agar tim terus bergerak maju.

Ketujuh, legowo untuk belajar dari mereka. Gen z berbeda dalam kenyamanan mereka dengan teknologi. Mereka terlahir dengan itu dan memiliki kemudahan bawaan untuk berinteraksi dengan informasi dan "konektivitas" yang dapat dikembangkan oleh teknologi.

Mereka memandang dunia sebagai tempat yang sama-sama dapat diakses, dan mereka membawa ide-ide baru yang besar. Pemimpin perlu memiliki rasa ingin tahu dan keterbukaan untuk belajar dari mereka, sama seperti mereka akan belajar dari pemimpin saat ini.

Kedelapan, hilangkan budaya kerja toxic. Gen z tidak menolerir budaya beracun, diskriminasi, ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan manajemen, atau pekerjaan yang tidak fleksibel agar sesuai dengan kehidupan pribadi mereka.

Pemimpin perlu melakukan percakapan dengan semua anggota tim untuk membangun budaya kerja yang aman dan menyelaraskan harapan dan komitmen, dan mereka perlu terbuka untuk membahas budaya kerja. Gen z tidak peduli dengan apa yang kita ketahui sampai mereka tahu bahwa kita peduli.

Kesembilan, ciptakan lingkungan yang mendukung.  Generasi z telah menantang norma-norma di tempat kerja tradisional dengan bersikap terbuka dan jujur tentang kebutuhan mereka.

Para pemimpin dapat bersiap untuk mengelola generasi yang dinamis ini dengan mengenal mereka dan memahami kebutuhan mereka, kemudian membina lingkungan yang mendukung agar mereka berkembang dan produktif, sehingga membangun kepercayaan. Jika tidak, mereka akan menciptakan peluang mereka sendiri untuk berkembang.

Bagaimana dengan pengalaman Anda? Seberapa baik Anda merangkul gen z? Siapkah organisasi Anda "terbang lebih tinggi" lagi karena dukungan mereka? 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com