Ia membuat saya tercenung lama. Bukankah ketiganya pelan-pelan sudah terjadi di negri ini?
Baca juga: Pangan Keluarga, Cermin Kedaulatan Pangan Negara
Makanan Pendamping ASI kita sudah lama berbau kebarat-baratan. Aneka kudapan berbau asing bersliweran di media sosial. Mulai dari nugget, dimsum hingga pancake.
Mana ada lagi ibu-ibu muda membuat lemper, serabi, dan talam? Apalagi mengenal kudapan ‘mento’ seperti yang kami buat di Kalibawang - seperti yang saya ulas di awal tulisan ini. Belum lagi, minyak kelapa telah digeser minyak zaitun dan kanola – yang bahannya saja bukan dari negri ini.
Dari nama makanan, jelas masalah bahasa sudah jadi krisis. Apalagi bahasa yang digunakan sehari-hari. Banyak keluarga muda merasa lebih ‘punya status’, jika anaknya bisa berbahasa asing cas-cis-cus.
Semakin banyak juga mahasiswa saya kesulitan menulis esai dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahkan dalam diskusi saat kuliah, ada beberapa mahasiswa yang berlogat aneh seakan dia lebih fasih berbahasa Inggris.
Dan akhirnya krisis budaya menjadi ancaman terakhir. Ritual tradisional hanya muncul sebatas ‘keseruan acara’, mulai dari perkawinan hingga ikut-ikutan upacara turun tanah anak bayi. Padahal, di luar itu mereka merayakan baby shower hingga Halloween yang tak jelas asal usulnya.
Dan satu-dua tahun belakangan ini ada tambahan ‘hari raya baru’, ramai-ramai mengutip istilah boxing day, demi harga diskon belanja di bulan Desember. Sekali lagi: tanpa paham makna apalagi kaitannya.
Baca juga: Literasi Gizi Masa Kini: Kita Makin Berdaya atau Diperdaya?
Indonesia adalah negara besar dengan potensi akbar di segala bidang. Artinya, kekuatan ini harus dipertahankan dan ditegakkan tanpa perlu ‘terlalu lentur’, yang membuat karakter kebangsaan jadi kabur.
Besarnya pengaruh kepala dusun, kepala puskesmas hingga kepala daerah merupakan kekuatan inti bangsa mengentaskan kemiskinan literasi gizi.
Dimulai dari kesadaran membangun masyarakat bergizi yang bebas kepentingan, saya yakin banyak masalah akan tertanggulangi tanpa banyak pusing, apalagi upaya pontang-panting.
Sebab kuncinya satu: gizi yang baik menciptakan generasi tanpa stunting, cerdas berdaya saing!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.