Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah MSG Benar-benar Berbahaya bagi Kesehatan? Ini Kata Ahli Nutrisi

Kompas.com - 02/04/2023, 05:00 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Sekar Langit Nariswari

Tim Redaksi

Sumber yahoo.com

KOMPAS.com - Monosodium glutamat (MSG) atau juga disebut sebagai micin adalah salah satu bahan tambahan makanan yang paling umum digunakan di dunia.

Namun, terlepas dari popularitasnya, micin telah menjadi salah satu penguat rasa yang paling kontroversial di pasaran, sebagian besar disebabkan oleh informasi yang salah dan etnosentrisme.

Lantas, apa sebenarnya MSG itu dan apakah penguat rasa ini benar-benar berbahaya bagi kesehatan?

Baca juga: Tyo Nugros Batasi Garam dan MSG, Benarkah Ampuh Cegah Penuaan?

Dilansir dari laman Yahoo, berikut adalah penjelasan para ahli nutrisi mengenai MSG dan bagaimana dampaknya pada tubuh kita.

Mengenal MSG

MSG adalah penguat rasa yang terdiri dari dua molekul yang saling menempel, yaitu natrium dan glutamat.

Menurut seorang ahli nutrisi dan penulis The Small Change Diet, Keri Gans, glutamat adalah asam amino alami yang digunakan untuk membentuk protein di hampir semua makhluk hidup.

"Itu adalah hal pertama yang harus disadari. Ini bukanlah sesuatu yang misterius," kata Gans.

"Itu sebenarnya adalah asam amino yang terbentuk secara alami," terang dia.

Baca juga: 9 Jenis Asam Amino Esensial yang Sangat Penting bagi Tubuh

Sementara itu, seorang ahli nutrisi dan penulis Healing Superfoods for Anti-Aging, Karen Ansel mengatakan bahwa kebanyakan orang makan sekitar 13 gram asam glutamat alami setiap hari dari makanan seperti asparagus, kenari, jamur, daging, hingga keju parmesan.

Ketika dikombinasikan dengan natrium, glutamat juga memiliki fungsi lain yang unik dan mengasyikkan, yakni memberikan rasa.

"Yang unik tentang hal ini adalah bahwa ada reseptor di lidah yang memberi tahu otak bahwa ia merasakan umami. Jadi glutamat sebenarnya adalah asam amino yang merupakan rasa umami dalam makanan," jelas Gans.

Umami dianggap sebagai rasa kelima dan dapat digambarkan sebagai pengayaan rasa gurih, yang biasanya diberikan oleh MSG.

"Jadi kita memiliki semua rasa lainnya — manis, asam, asin, pahit — dan umami adalah rasa kelima, dan MSG memanfaatkannya," kata Gans.

Baca juga: Mengenal Rasa Umami dan Cara Menggunakannya ke Dalam Masakan

Menurut seorang ilmuwan nutrisi dan wakil presiden di Ajinomoto, Tia M. Rains, MSG pertama kali ditemukan di Jepang oleh Kikunae Ikeda dan masuk ke Amerika Serikat sekitar tahun 1930.

"Dan selama beberapa dekade, di seluruh dunia, MSG dikonsumsi tanpa masalah. Jadi pada tahun 30-an dan 40-an, AS adalah salah satu dari tiga konsumen MSG terbesar di dunia, dan tidak ada yang mempermasalahkannya," terang Rains.

Makanan ChinaThinkstock Makanan China

Gans mengatakan bahwa MSG pada awalnya digunakan dalam budaya Asia dan diasosiasikan dengan makanan China di AS.

"Namun sebenarnya, MSG dapat digunakan dalam apa saja. Saya telah menambahkannya ke dalam telur. Jika kita ingin penyedap rasa tapi ingin mengurangi natrium, ya kita bisa menggunakannya," jelas dia.

Bahan tambahan makanan ini sebenarnya ada dalam beragam makanan sehari-hari.

Apakah MSG berbahaya?

Kata natrium biasanya menimbulkan tingkat kekhawatiran tertentu di kalangan masyarakat yang sadar akan kesehatan.

Ini juga berperan dalam kecaman terhadap MSG, terlepas dari fakta bahwa MSG mengandung lebih sedikit natrium daripada garam dapur standar.

"Jika kita menggunakan MSG, kita sebenarnya bisa menurunkan jumlah natrium dalam resep," kata Gans.

"Kandungan natrium dalam MSG sekitar sepertiga dari kandungan natrium dalam natrium klorida yang merupakan garam dapur," terangnya.

Baca juga: Benarkah MSG dapat Menyebabkan Sakit Kepala?

Seperti bumbu lainnya, terlalu banyak mengonsumsi MSG bisa berbahaya, tapi bahan ini secara umum diakui aman oleh FDA.

Organisasi ini bahkan tidak menemukan bukti bahwa MSG dalam makanan menyebabkan gejala-gejala tertentu.

Di sisi lain, promosi makan bersih (clean eating) adalah penyebab lain dari stigmatisasi MSG.

Pola makan bersih biasanya mengacu pada konsumsi makanan yang tidak diproses dan tidak dimurnikan sebagai cara makan yang lebih sehat.

Namun, beberapa ahli nutrisi menganggap hal ini diwarnai dengan agresi mikro rasial dan dapat menyebabkan pembatasan makan.

"Jika kita melihat apa yang orang anggap sebagai pola makan bersih, biasanya itu adalah pola makan orang Eropa Barat," kata Rains.

Baca juga: Sehat dan Langsing dengan Diet Clean-Eating

"Ini tidak inklusif terhadap budaya makanan lain, dan jika ada, ini menempatkan semua masakan Asia dalam ember 'kotor', dan saya pikir MSG telah dimasukkan ke dalam tempat itu karena hal tersebut," jelas dia.

Yang pertama dan terutama, kata Gans, makanan harus dinikmati.

Apabila kita mengkhawatirkan setiap bahan yang kita masukkan ke dalam mulut, percayalah kita tidak akan bisa menikmati makanan.

"Banyak orang yang mengkhawatirkan setiap bahan makanan dan mengembangkan sikap serba salah," ungkapnya.

"Pada akhirnya, berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan dalam makan dapat berubah menjadi orthorexia, yang merupakan fokus yang tidak sehat pada makanan sehat dan sering kali merugikan kesehatan," tambah dia.

Baca juga: MSG Bikin Bodoh, Benarkah?

Apa itu MSG symptom complex

MSG symptom complex mengacu pada kumpulan gejala — seperti kelemahan umum, sakit kepala, otot tegang, dan kemerahan — yang hanya dialami oleh sebagian kecil orang setelah makan makanan yang mengandung MSG.

Masalah ini biasanya memengaruhi sekitar satu persen orang.

"Secara anekdot, saya yakin ada beberapa orang yang mungkin pernah mengalami efek tersebut, sama seperti ketika mereka terpengaruh karena mengonsumsi bahan makanan lain," kata Gans.

Ia juga mencatat bahwa reaksi merugikan terhadap makanan tidak selalu spesifik untuk MSG.

Baca juga: Kenali Efek Samping pada Tubuh Akibat Asupan MSG Berlebih

"Ada faktor-faktor lain yang terkadang sulit untuk ditentukan dan diidentifikasi sebagai bahan tertentu," ujarnya.

Ilustrasi MSG atau mecin. Selain sebagai penyedap makanan, mecin dapat digunakan pula sebagai pupuk tanaman.SHUTTERSTOCK/NAMNING Ilustrasi MSG atau mecin. Selain sebagai penyedap makanan, mecin dapat digunakan pula sebagai pupuk tanaman.

Sebuah penelitian terkontrol plasebo yang dilakukan secara double-blind menemukan, pada orang yang percaya bahwa mereka memiliki kepekaan terhadap MSG, beberapa orang mungkin mengalami gejala, seperti sakit kepala, ketika diberi MSG dosis besar yang dikonsumsi tanpa makanan dan dalam keadaan perut kosong.

Namun, penelitian ini tidak menunjukkan adanya efek yang menetap atau parah dari konsumsi MSG.

Terlebih lagi, ketika subjek yang percaya bahwa mereka memiliki sensitivitas terhadap MSG diuji ulang, hasilnya tidak konsisten.

Para peneliti juga mencatat bahwa subjek penelitian yang tampaknya sensitif terhadap MSG mungkin tidak memiliki reaksi yang sama ketika diberikan dalam makanan.

Baca juga: Fakta-fakta Seputar MSG yang Perlu Kamu Tahu

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa orang bereaksi sama terhadap plasebo seperti halnya terhadap MSG.

"Kami mencoba untuk memastikan bahwa orang-orang memahami bahwa meskipun mereka mungkin mengalami gejala-gejala tersebut, badan pengawas telah mengatakan bahwa gejala-gejala itu hanya bersifat sementara dan tidak berbahaya bagi kesehatan," kata Rains.

Di sisi lain, menurut Ansel, MSG memiliki catatan keamanan yang panjang.

"Jadi jika tidak mengganggu kita, tidak ada alasan untuk menghindarinya," katanya.

"Tentu saja, jika kita adalah salah satu dari sejumlah kecil orang yang sangat sensitif terhadap MSG, masuk akal untuk menghindarinya," saran dia.

Baca juga: Jadi Pengganti MSG, Kaldu Jamur Ternyata Bermanfaat bagi Kesehatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber yahoo.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com