Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjadi Orang yang Sensitif adalah Kekuatan, Percaya?

Kompas.com - Diperbarui 20/04/2023, 10:03 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

Sumber TIME

KOMPAS.com - Kapan terakhir kali kamu membanggakan diri sebagai orang yang sensitif?

Kemungkinan besar, jawabannya adalah tidak pernah.

Ya, ada banyak sifat yang kita banggakan, tetapi menjadi "sensitif" biasanya dianggap sebagai kelemahan.

Sensitif biasanya berarti rapuh, "berkulit tipis", atau terlalu berlebihan.

Bahkan, pria biasa diberitahu bahwa mereka tidak boleh sensitif sama sekali, sedangkan wanita diberitahu untuk tidak "terlalu" sensitif.

Baca juga: 6 Keuntungan Punya Pasangan Ekstrovert

"Sungguh, ini kerap menjadi sebuah rangkaian kata yang menjengkelkan, yang seharusnya sudah tidak digunakan lagi."

Demikian pandangan Andre Sólo, tokoh di balik Sensitive Refuge -situs web untuk orang-orang yang sensitif.

Andre Sólo juga penulis "Sensitive: The Hidden Power of the Highly Sensitive Person in a Loud, Fast, Too-Much World".

Menurut Andre Sólo, apa pun itu, pesan yang diterima oleh orang-orang yang sensitif bukanlah untuk merayakan siapa diri mereka.

Pesannya adalah bahwa mereka harus "mengatasi" sensitivitas mereka dan "menjadi lebih kuat".

Mengesampingkan bahwa pendekatan ini tidak berhasil, pendekatan ini keliru.

"Sensitivitas sebagian besar bersifat genetik, dan bukan sesuatu yang bisa dimatikan. Ini adalah sifat yang terkait dengan bakat dan sesuatu yang harus dirangkul," kata Andre Sólo.

"Bahkan, menurut penelitian selama tiga dekade, kepekaan bukan hanya merupakan sifat yang sehat, tetapi juga merupakan aset yang kuat," sambung dia.

Andre Sólo menjelaskan, sebagai sebuah ciri kepribadian, menjadi sensitif berarti kita menyerap lebih banyak informasi dari lingkungan, dan kita melakukan lebih banyak hal dengan informasi tersebut.

Baca juga: Orang Ekstrovert Juga Bisa Depresi, tapi...

"Orang yang sensitif memiliki kabel di tingkat otak untuk memproses informasi lebih dalam daripada orang lain," sebut Andre Sólo.

Hal ini mencakup masukan sensorik (seperti memperhatikan tekstur kain), masukan emosional (membaca isyarat sosial), dan ide (menghabiskan waktu lebih lama untuk memikirkan sesuatu dan membuat lebih banyak hubungan antar konsep).

Jika kita peka, lanjut Andre Sólo, proses yang mendalam ini mengubah cara kita melihat dunia.

Kita mungkin memerhatikan apa yang orang lain lewatkan, pikirkan, dan rasakan secara mendalam, dan memiliki kehidupan batin yang hidup.

Kita mungkin juga terstimulasi dalam situasi yang tidak mengganggu orang lain. "Jika demikian, kita tidak sendirian," sebut Andre Sólo.

Ada sekitar 30 persen dari semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki nilai tinggi untuk kepekaan.

Halaman:
Sumber TIME
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com