KOMPAS.com - Setiap negara pasti mempunyai sajian otentik untuk perayaan Idul Fitri atau Lebaran.
Jika makanan Lebaran di Indonesia identik dengan ketupat dan opor ayam, masyarakat di kawasan Arab dan Timur Tengah --khususnya Turki-- mempunyai baklava.
Baklava adalah kudapan bertekstur renyah yang biasa disantap sebagai camilan.
Makanan ini terbuat dari phyllo pastry atau adonan tak beragi yang kemudian ditumpuk beberapa lapis, disertai isian pistachio atau kacang walnut, dan jenis kacang lainnya.
Sebagai pelengkap, baklava ditambahkan siraman madu atau sirup yang meresap hingga ke dalam.
Baca juga: 11 Manfaat Kurma, Kudapan Favorit di Bulan Ramadhan
Meski nikmat, namun ternyata ada kisah rumit di balik keberadaan baklava.
Ketiga kawasan tersebut juga memiliki cara tersendiri dalam menghidangkan baklava.
Dikutip laman Greek Reporter, perebutan atas baklava ini mencapai puncaknya pada tahun 2006 ketika orang Yunani di Siprus mengklaim baklava sebagai kudapan khas negaranya.
Sebagai salah satu negara kandidat Uni Eropa, Turki membawa masalah ini ke Brussel (Belgia), yang secara de facto dianggap sebagai ibukota Uni Eropa.
Di tahun 2013, Uni Eropa memberikan status dilindungi pada baklava Gaziantep dari Turki, sehingga impian masyarakat Yunani untuk mengklaim baklava terhenti.
Baca juga: 5 Kudapan Pilihan yang Mampu Meningkatkan Semangat Kerja
Baklava Gaziantep adalah kudapan yang terbuat dari lapisan phyllo pastry dan diisi krim semolina dan pistachio Antep. Ini adalah produk Turki pertama yang menerima status dilindungi dari Uni Eropa.
Satu versi cerita menyebutkan, baklava berasal dari bangsa Asyur atau Asiria pada abad ke-8 sebelum Masehi.
Bangsa Asiria menumpuk roti pipih tanpa ragi dengan kacang cincang, mencelupkannya ke madu, lalu memanggang roti di dalam oven kayu kuno.