Banyak negara maju yang para ilmuwan dan ahli gizinya juga maju untuk kesejahteraan umat manusia di masa depan, pendidikan gizi keluarga dijadikan mata ajar utama sejak usia dini.
Saat anak-anak mulai terpapar dengan kebenaran ilmu dan gaya hidup yang lebih baik dari orangtuanya, mereka akan menjadi generasi pemutarbalik belenggu nasib kebodohan dan kemiskinan.
Di usia sekolah, pengaruh teman sebaya menjadi penting. Jika secara kolektif mereka berhasil menjalani pola makan sehat akibat didikan sekolah yang terus menerus, bukan hanya makan bersama seminggu sekali yang diisi menu amburadul, saya yakin ini menjadi daya ungkit potensial yang amat berkontribusi secara jangka panjang terhadap masalah gizi buruk apalagi stunting.
Jadi, pertama yang harus dibenahi adalah pemahaman pola makan sehat dan gizi seimbang para pendidik. Revitalisasi kurikulum pendidikan dasar kita dengan mengikutsertakan masukan gizi keluarga sudah menjadi hal yang urgen.
Kedua, mengikuti hal tersebut maka pengetahuan kognitif saja tidak cukup. Keterampilan dasar juga menjadi penting: mengajak anak belajar memilih, membersihkan, menyimpan bahan pangan, jika perlu hingga cara meracik serta mengolah makanan dengan sederhana, membatasi limbah pangan, memahami daur ulang dan membatasi kemasan plastik.
Gizi keluarga bukan cuma urusan makan dan minum. Dengan demikian, maka pendidikan menemukan makna sesungguhnya bagi manusia: demi masa depan yang lebih baik, secara paripurna. Kapan anak-anak Indonesia bisa seperti ini?
Baca juga: Kadus, Kapuskes, dan Ketua TP PKK, Pahlawan Sejati Pencegahan Stunting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.