Oleh: Rangga Septio Wardana dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Fesyen bukanlah suatu hal asing bagi manusia. Setiap hari, setiap orang memilih pakaian untuk digunakan. Sayangnya, membicarakan industri fesyen tak akan pernah lepas dari isu lingkungan yang disebabkan fast fashion, pakaian bekas, dan limbah industri.
PBB mengungkapkan bahwa industri fesyen menempati posisi kedua sebagai industri paling berpolusi. Pasalnya, industri ini menyumbang 8 persen dari seluruh emisi karbon dan 20 persen dari air limbah global.
Penelitian Ellen MacArthur Foundation menyebutkan, emisi karbon yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan gabungan emisi karbon dari industri penerbangan dan pelayaran internasional. Setiap tahun, industri fesyen menghabiskan sekitar 93 miliar meter kubik air.
Hal ini menjadi perhatian khusus Chitra Subyakto, seorang fesyen stylist yang memiliki kepedulian besar terhadap isu lingkungan.
Bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, ia membagikan kisahnya dalam siniar Beginu bertajuk “Chitra Subyakto, Fashion yang Bertanggung Jawab”, dengan tautan akses dik.si/ChitraP1.
Sosok Chitra memang sudah tak asing lagi. Kamu pasti pernah melihat karya-karyanya di dalam industri film Tanah Air seperti film Ada Apa Dengan Cinta 2, Laskar Pelangi, Sang Penari, dan lainnya.
Baca juga: Manfaat Doa bagi Kesehatan Mental
Selain sebagai desainer, perempuan tersebut lebih dahulu menyelami dunia mode sebagai penata majalah dan penata busana untuk industri film di Indonesia. Namun, Chitra juga turut menggerakan berbagai inisiasi yang berhubungan dengan keselamatan lingkungan.
Bahkan, ia pun sering menggelar pameran fesyen yang berkaitan dengan keadaan bumi dan pemanasan global yang saat ini sedang terjadi. Desainer itu memiliki kekhawatiran terhadap kerusakan bumi yang diakibatkan oleh industri fesyen.
Melansir Vice, industri fesyen mengalami pertumbuhan pesat seiring meningkatnya permintaan pakaian di seluruh dunia. Dalam 15 tahun, produksi pakaian terus meningkat sebanyak 60 persen setiap tahun. Hal itu pun mendorong munculnya fenomena fast fashion.
Selain itu, fungsi pakaian pun berubah dari fungsi awalnya sebagai pelindung tubuh. Saat ini pakaian dapat menjadi penanda status sosial dalam masyarakat. Tren mode yang dinamis membuat konsumen sering mengganti koleksi busana mereka.
Akibatnya, banyak pakaian yang berakhir menjadi limbah. Ketidaktahuan tentang dampak negatif industri fesyen terhadap lingkungan menjadi salah satu faktor pendorong fenomena fast fashion.
Fast fashion adalah konsep bisnis industri fesyen yang memproduksi pakaian dengan jumlah banyak dan cepat demi memenuhi permintaan pasar. Kemunculan fenomena ini mendukung gaya hidup konsumtif manusia.
Fokus dari fast fashion adalah menghasilkan barang sebanyak mungkin untuk memenuhi permintaan konsumen yang berubah dengan cepat. Namun, pelaku industri kebanyakan tidak memikirkan dampak buruk fast fashion bagi lingkungan.
Pendiri Fashion Revolution, Orsola de Castro menyatakan bahwa produksi busana yang dihasilkan bisnis fast fashion menjadikan industri tersebut menjadi penyumbang limbah terbesar.
Baca juga: Pentingnya Pemberdayaan Petani di Indonesia
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.