Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Kondisi kesehatan mental memiliki istilah medis yang beragam. Akan tetapi, ada dua istilah yang kerap tertukar, yaitu bipolar disorder (BP) dan borderline personality disorder (BPD).
Kedua gangguan ini sering membingungkan karena menurut Frank Yeomans, M.D., Ph.D., Direktur Pelatihan di NewYork Presbyterian Borderline Personality Disorder Resource Center, persamaan keduanya adalah sama-sama memiliki gejala perubahan suasana hati yang cepat.
Misalnya, dari perasaan senang ke sedih sehingga berpengaruh terhadap kontrol suasana hati. Namun, sebenarnya mereka adalah dua gangguan yang berbeda sehingga memiliki perawatan yang berbeda pula.
Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Hidup dengan Gangguan Bipolar” dengan tautan akses dik.si/AnyJiwBipolar, dr. Dharmawan A. Purnama, PhD. Psychiatrist, Psikiater & Founder Smart Mind Center Consulting, memberi gambaran bagaimana hidup seorang penderita bipolar.
Seseorang dengan borderline personality disorder akan memiliki emosi yang sangat intens dan dapat berubah dengan cepat dari keadaan negatif menjadi positif, misalnya tertekan menjadi gembira. Akan tetapi, sebenarnya, perasaan ini lebih didominasi oleh perasaan negatif.
Baca juga: Manfaat Berbicara dengan Diri Sendiri
Dalam dunia medis, perubahan suasana hati ekstrem dan intens sering kali disebabkan reaksi terhadap peristiwa pemicu. Emosi tak dapat dikontrol (temperamen) membuat penderitanya bergantung pada orang lain untuk menentukan apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Biasanya, gangguan ini berasal dari pengalaman buruk masa kecil yang terpendam dan tak mampu diutarakan, seperti pernah mengalami pelecehan atau pengabaian. Tak hanya itu, trauma yang diidap oleh penderita BPD adalah hasil dari kombinasi.
Pengidap gangguan ini akan berperilaku, misal jika pacarnya tidak mengangkat telepon, alih-alih merasa kesal dan marah, penderita penyakit ini justru bersikap impulsif dengan menyakiti diri sendiri.
Tindakan destruktif itu adalah cara untuk melampiaskan perasaan negatif yang tidak dapat ditoleransi.
Akhirnya, pengidap pun akan melepaskan emosi daripada terus merasakan intensitasnya. Hal ini terjadi bukan hanya pada suatu peristiwa besar (kehilangan orang), tetapi juga reaksi terhadap peristiwa-peristiwa kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Orang dengan gangguan kepribadian ini bisa berubah dari sangat membutuhkan orang lain menjadi kemarahan yang intens ketika merasa ditolak. Pengidapnya juga cenderung sulit membaca emosi orang secara akurat dan memercayai orang lain.
Sama seperti penderita BPD, penderita bipolar juga akan mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem. Namun, yang membedakan adalah perubahan suasana hatinya cenderung lebih stabil.
Penderitanya akan mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim atau dikenal sebagai episode manik. Misalnya, saat penderitanya berada dalam keadaan tertekan, mereka bisa benar-benar sedih, putus asa, dan tak memiliki keinginan untuk hidup.
Baca juga: Mewujudkan Keinginan dengan “Law of Attraction”
Dalam keadaan maniknya, mereka mungkin mengalami insomnia dan melakukan aktivitas lainnya yang tak wajar. Misalnya, berbicara dengan kecepatan yang dipercepat atau melakukan tindakan yang tak selaras dengan norma. Kondisi ini pun bisa berlangsung berhari-hari.