Oleh: Rangga Septio Wardana dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Fenomena FOMO atau Fear of Missing Out adalah perasaan yang banyak dialami generasi muda. Fenomena ini digambarkan sebagai perasaan tidak ingin tertinggal tren terbaru.
Kondisi ini menyebabkan seseorang melakukan tindakan kompulsif untuk menyusul ketertinggalannya. Perasaan takut untuk tertinggal juga bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, seperti menimbulkan kecemasan hingga depresi.
Informasi ini pun dibahas dalam siniar Obsesif bertajuk “Cara Hadapi FOMO (Fear of Missing Out)” dengan tautan akses dik.si/Obsesif FOMO.
Dilansir dari Verywell Mind, FOMO adalah perasaan atau persepsi takut tertinggal dari orang lain yang terlihat lebih bahagia, memiliki kehidupan, atau melakukan hal-hal yang lebih baik.
Perasaan takut ini banyak dirasakan pengguna media sosial. Pasalnya, setiap orang dapat dengan mudah melihat atau mengikuti kehidupan orang lain yang aktif mengunggah aktivitas atau kehidupan pribadinya di media sosial.
Baca juga: Minimnya Tren Sustainable Living di Indonesia
Hal tersebut memicu seseorang untuk melakukan hal yang sama. Bahkan, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk membandingkan hingga menimbulkan rasa percaya diri dan cemas.
Mengutip dari Verrywell Family, media sosial menjadi pemicu rasa takut untuk tertinggal, khususnya pada orang yang aktif bermain media sosial. Perasaan tidak percaya diri akan muncul ketika melihat unggahan teman atau orang lain yang sedang melakukan kegiatan yang tidak dilakukan oleh dirinya.
Menurut Psychological Research and Intervention, penyebab FOMO adalah tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah daripada orang lain. Kondisi ini biasanya ditemui oleh orang yang berusia 18 hingga 25 tahun karena adanya tuntutan untuk memiliki relasi sosial yang baik dengan orang lain.
Sedangkan menurut World Journal of Clinical Cases pada 2021, penggunaan media sosial yang berlebihan dan perasaan takut untuk tertinggal muncul untuk menghindari penolakan secara sosial.
Akibatnya, seseorang memiliki kecenderungan untuk membuka media sosial secara terus-menerus. Bahkan, hingga mengorbankan waktu tidur dan aspek kehidupan lainnya.
FOMO menghasilkan dampak negatif. Penelitian yang dilakukan Carlton and McGill University menunjukkan bahwa FOMO lekat dengan emosi negatif dan stres. Para peneliti juga meyakini bahwa orang-orang yang memiliki FOMO sering kurang tidur dan mudah lelah.
Selain itu, Psychology Research and Intervention menemukan bahwa orang yang merasakan FOMO memiliki tingkat kepuasan yang rendah terhadap hidupnya. Hal ini berkaitan dengan penggunaan media sosial yang menyebabkan tingkat kepuasan hidup seseorang semakin rendah.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi FOMO agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Sosial media sering digunakan sebagai alternatif membuat jurnal secara daring. Namun, fungsi tersebut semakin bergeser menjadi kebutuhan akan validasi orang lain terhadap apa yang dilakukan.
Baca juga: Kenapa Orang Melakukan Kesalahan Sama?