KOMPAS.com - Di era serba digital ini, bidang Sains, Teknologi, Engineering, Teknik, dan Matematika (STEM) memiliki peranan penting yang berpengaruh terhadap kehidupan banyak orang.
Sayangnya, tingkat partisipasi perempuan di bidang STEM tidak sepesat digitalisasi di Indonesia.
Menurut laporan Boston Consulting Group (2020), hanya sekitar 22 persen dari perempuan tersebut bekerja di bidang teknologi.
Salah satu tantangan utama yang kerap dihadapi perempuan di bidang STEM adalah kurangnya representasi dan peran model yang kuat.
Terlebih lagi, stereotip gender yang berhubungan dengan kemampuan dan minat dalam bidang STEM dapat menghambat perkembangan karier perempuan di bidang ini.
Tak hanya di Indonesia, hal ini juga rupanya tercermin dalam data dari The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di kawasan Asia Pasifik.
Di mana sebanyak 45 persen perempuan percaya pekerjaan STEM tidak sesuai dengan perempuan dan 50 persen perempuan kurang tertarik berkarir di bidang STEM karena sentimen dominasi laki-laki.
Kendati masih banyaknya dominasi laki-laki di dunia STEM, bukan berarti perempuan tidak bisa membuktikan kemampuannya.
Maka, supaya perempuan juga bisa mendapatkan kesempatan berkarir yang sama dan setara di bidang teknologi, berikut adalah kiat-kiat penting yang bisa dicoba.
Menurut Co-founder & CEO Markoding, sebuah yayasan nirlaba yang berbasis di Jakarta, Amanda Simandjuntak, pertama-tama perempuan harus bisa memahami perbedaan stigma dan fakta sebelum terjun ke dunia STEM.
"Jadi stigma berbeda dengan fakta. Kalau orang lain ngomong perempuan tidak rasional, sebenarnya itu salah. Kita harus melihat datanya seperti apa."
Demikian penuturan Amanda di acara peluncuran program Perempuan Inovasi 2023 di Plaza Indonesia, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
"Perlu dibedakan mana yang stigma mana yang fakta, sehingga ketika kita sudah tahu perbedaannya, kita secara otomatis bisa meningkatkan kepercayaan diri," terangnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.