Editor
KOMPAS.com - Istilah "remaja jompo" belakangan banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, terutama di media sosial.
Secara umum, istilah ini digunakan untuk berseloroh tentang kondisi anak muda yang mudah merasakan gejala sakit badan.
Baca juga:
Lebih lanjut tentang apa yang dimaksud remaja jompo dan penyebabnya dapat dibaca pada ulasan berikut.
Istilah remaja jompo populer digunakan di media sosial.
Menurut Jurnal Studi Pemuda Volume II Nomor 1 tahun 2022 yang ditulis olej BJ Sujibto dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, istilah ini sebetulnya memadukan dua kata kontradiktif, yakni "remaja" yang identik dengan masa pertumbuhan dan pola hidup aktif dan "jompo" yang identik dengan kelompok lanjut usia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menafsirkan jompo sebagai seseorang yang tua sekali dan sudah lemah fisiknya, tua renta atau uzur.
Sehingga, istilah remaja jompo merujuk pada remaja yang mudah mengalami kelelahan, pegal, sakit punggung dan pinggang badan lemas, serta pusing, atau gejala yang kerap dirasakan oleh orang lanjut usia.
Namun, secara medis tidak dikenal istilah remaja jompo.
“Secara medis tidak ada istilah remaja jompo namun tanda-tandanya mengarah gampang nyeri sendi, otot dan tulangnya. Kira-kira seperti itu remaja jompo,” ujar Ahli kedokteran fisik dan rehabilitasi, dr. Adrian Setiaji Sp.KFR, AIFO-K di Jakarta, seperti dilansir dari Tribun Lifestyle.
Baca juga:
Kendati demikian, gejala-gejala tersebut tidak secara spesifik menandakan seseorang mengalami penyakit tertentu, melainkan merupakan manifestasi atau perwujudan klinis.
“Dalam dunia medis, keluhan-keluhan tersebut tidak spesifik menggambarkan satu penyakit. Melainkan manifestasi klinis yang muncul karena adanya beberapa kondisi tertentu,” ujar direktur RS PKU Muhammadiyah Prambanan Dien Kalbu Ady, seperti dilansir dari Kompas.com.
Berikut beberapa penyebab remaja jompo:
Dalam jurnal Studi Pemuda, salah satu pemicu munculnya istilah tersebut adalah situasi pandemi Covid-19 ketika hampir semua orang menghentikan aktivitas di luar rumah.
Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat sebagian besar orang, termasuk orang-orang muda, menjadi tidak banyak bergerak.
Orang muda, misalnya, lebih banyak main game, mengakses media sosial, menonton film, dan aktivitas tidak banyak bergerak lainnya. Bahkan, aktivitas belajar dan mengajar di sekolah pun dilakukan secara daring.