Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mereka yang Mengalami From Zero to Hero Syndrome, Ditinggal Setelah Mendampingi dari Nol

Kompas.com, 2 Juli 2025, 12:05 WIB
Devi Pattricia,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ada cinta yang tumbuh karena berjuang bersama dari nol, ada pula cinta yang gugur saat impian satu pihak terwujud. Fenomena ini dikenal sebagai from zero to hero syndrome.

Fenomena ini terjadi ketika seseorang pasangan yang telah mendampingi sejak titik nol, ditinggalkan pasanganya ketika sudah merasa "naik kelas".

Baca juga: Fenomena From Zero to Hero Syndrome, Ketika Perempuan Menemani dari Nol Lalu Dilupakan

Tak hanya itu, fenomena ini juga menjadikan perjuangan laki-laki yang menjadi bagian inti cerita cinta, dengan mengesampingkan peran perempuan dalam mendukung karirnya. 

Anira, Diandra, dan Katrin adalah tiga perempuan yang pernah berada di titik itu. Mereka pernah menjadi pendamping setia di balik perjuangan, tapi akhirnya hanya jadi bagian dari masa lalu, bukan masa depan.

Cerita mereka yang mengalami from zero to hero syndrome

Berjuang bersama dari nol: menjadi bahu saat menata masa depan

Cinta mereka dimulai dari masa-masa sederhana. Ketika masa depan belum jelas, ketika perjuangan masih penuh rintangan.

Mereka hadir bukan hanya sebagai kekasih, tetapi sebagai penyemangat, penopang, dan sosok yang rela membantu berbagai hal untuk mempermudah langkah pasangannya.

Anira (23) dari Jakarta, menjalin hubungan selama empat tahun dengan seorang laki-laki yang tengah berjuang meniti karier di salah satu institusi pemerintahan. 

Ia menjadi saksi jatuh bangunnya sang kekasih, bukan hanya dari kejauhan, tapi ikut terlibat dalam prosesnya.

“Aku nemenin dia dari belum jadi apa-apa sampai sekarang dia udah jadi ‘orang’. Aku bantuin dari segi psikisnya, bahkan beberapa dokumen dia juga aku bantu urus,” ujar Anira kepada Kompas.com, Senin (30/6/2025).

From zero to hero syndrome menggambarkan kisah cinta yang tak seimbang; saat perempuan mendampingi dari nol, tapi ditinggal ketika pasangan sukses. Inilah cerita Anira, Diandra, dan Katrin yang berjuang dengan cinta, tapi tak dipilih di akhir.freepik/ Freepik From zero to hero syndrome menggambarkan kisah cinta yang tak seimbang; saat perempuan mendampingi dari nol, tapi ditinggal ketika pasangan sukses. Inilah cerita Anira, Diandra, dan Katrin yang berjuang dengan cinta, tapi tak dipilih di akhir.

Hal serupa juga dialami oleh Diandra (25). Perempuan asal Sidoarjo ini bahkan menemani lebih dari sekadar ambisi karier. 

Ia ikut mendampingi sang pacar menjalani pengobatan alternatif, demi memastikan pria yang ia cintai lolos seleksi instansi.

“Aku temani dia ke Jogja buat pengobatan. Karena untuk masuk ke instansi itu, dia harus sehat dan bugar. Aku pikir, ini perjuangan kita bersama,” katanya.

Katrin (26), juga menginvestasikan banyak hal dalam hubungan. Ia dan sang kekasih sempat menjalani LDR (long distance relationship atau hubungan jarak jauh) antarprovinsi. 

Saat pasangannya memutuskan berhenti kuliah untuk fokus pada seleksi instansi lain, Katrin tetap setia mendukung keputusannya dan membantunya dari kejauhan.

Segala bantuan coba ia kerahkan demi bisa meringankan beban pasangannya kala itu. Jarak di antara mereka tak menggoyahkan perempuan asal Jakarta itu untuk tetap selalu ada. 

“Namun, kuliah dia berhenti karena dia mau fokus mendaftar ke instansi lain, sedangkan aku tetap lanjut kuliah di luar kota,” jelas Katrin.

Ketika beban pasangan seolah menjadi beban bersama 

Cinta yang dalam, terkadang membuat batas antara mendampingi dan mengorbankan diri menjadi kabur. 

Tak hanya mendengarkan keluh kesah, mereka ikut menanggung resah, memikul ketegangan, bahkan hingga lupa pada diri sendiri.

Hal ini tentu menjadi beban emosional bagi perempuan Ia harus menutupi keresahannya demi bisa menenangkan pasangannya.

Anira bercerita bagaimana ia ikut stres saat kekasihnya harus melalui tahap administrasi dan seleksi yang melelahkan.

Bahkan, ambisinya terhadap impian sang pasangan begitu besar, sampai-sampai ia mengesampingkan impiannya sendiri.

“Aku enggak merasa terbebani untuk bantu, tapi aku ikut kepikiran. Rasanya kasihan aja kalau dia sampai gagal. Aku ingin dia berhasil, mungkin lebih dari dia pengen itu sendiri,” ungkap dia.

Kemudian, Diandra pun mengalami tekanan mental yang sama. Ketika kekasihnya gagal dalam seleksi, ia ikut terpikirkan mengenai masa depan sang kekasih. 

From zero to hero syndrome menggambarkan kisah cinta yang tak seimbang; saat perempuan mendampingi dari nol, tapi ditinggal ketika pasangan sukses. Inilah cerita Anira, Diandra, dan Katrin yang berjuang dengan cinta, tapi tak dipilih di akhir.Dok. Freepik/Drazen Zigic From zero to hero syndrome menggambarkan kisah cinta yang tak seimbang; saat perempuan mendampingi dari nol, tapi ditinggal ketika pasangan sukses. Inilah cerita Anira, Diandra, dan Katrin yang berjuang dengan cinta, tapi tak dipilih di akhir.

Ada ketakutan yang menggantung di pikirannya, takut perjuangan sang kekasih sia-sia, dan mereka kehilangan masa depan bersama.

“Itu tahun terakhir dia bisa daftar karena usianya sudah maksimal. Aku ikut stres, mikir gimana kalau gagal? Mau dibawa ke mana hidup dia?” ucapnya.

Sementara Katrin, meski LDR, tetap berusaha mengisi kekosongan dengan memberi dukungan sebanyak mungkin. 

Ia rela mengerjakan tugas kuliah sang pacar, sambil mengabaikan kelelahan diri sendiri.

“Apalagi kami terpisah jarak, jadi kadang perasaan aku enggak tenang dan merasa kurang effort karena tidak bisa menemani secara langsung,” jelas Katrin.

“Perasaan itu membuat aku akhirnya tergerak untuk bantu tugas-tugasnya dia, meskipun bukan tanggung jawabku dan akupun punya tugas kuliah sendiri,” sambungnya. 

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau