Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 Oktober 2025, 10:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Rambut sering disebut sebagai mahkota penampilan, dan bukan tanpa alasan, ia berperan besar dalam membentuk kepercayaan diri seseorang. 

Namun, ada kalanya mahkota itu hilang atau menipis karena berbagai kondisi, mulai dari efek pengobatan kanker hingga gangguan autoimun seperti alopecia. Di sinilah wig hadir bukan sekadar sebagai pelengkap gaya, tetapi sebagai cara untuk memulihkan rasa percaya diri. 

"Sudah sering konsumen yang ke sini adalah mereka yang jadi pasien kanker, autoimun, sampai yang masih remaja, yang kehilangan rambut karena efek pengobatan," tutur founder penyedia wig berkualitas Beauty Crown, Peggy Widjaja.

Ia menceritakan, penggunaan wig sangat membantu konsumen-konsumennya untuk menemukan lagi kepercayaan dirinya sehingga bisa tetap beraktivitas.

Baca juga: Beri Tampilan Alami, Pesona Wig dari Rambut Asli Kian Diminati

"Ada guru yang berhenti mengajar karena diejek muridnya, ada pramugari yang tak bisa terbang lagi. Bahkan ada anak-anak yang kepalanya botak karena sedang kemoterapi. Saya ingin membantu mereka menemukan semangat hidup lagi," tuturnya.

Karena alasan itu, Peggy mengatakan bahwa ia dan timnya selalu berusaha menyediakan kebutuhan wig yang senatural mungkin.

Permintaan pun meningkat pada wig yang terbuat dari rambut asli manusia, karena tampilannya sangat menyerupai rambut alami. 

"Modelnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan, termasuk aktivitas sehari-hari penggunanya. Wig dari 100 persen rambut manusia juga teksturnya lembut, dan mudah ditata," tutur Peggy di sela acara pembukaan salon Beauty Crown kedua di Kelapa Gading Jakarta (22/10/2025).

Baca juga: Mengenal Androgenetik Alopesia, Penyebab Botak pada Pria dan Wanita

Hair stylist Indra Tanudarma mendemokan cara menata rambut yang menggunakan wig di acara pembukaan cabang kedua Beauty Crown di Kelapa Gading, Jakarta Utara (22/10/2025).KOMPAS.com/Lusia Kus Anna Hair stylist Indra Tanudarma mendemokan cara menata rambut yang menggunakan wig di acara pembukaan cabang kedua Beauty Crown di Kelapa Gading, Jakarta Utara (22/10/2025).

Hair stylist Indra Tanudarma yang mendemokan cara menata rambut menggunakan wig mengatakan, wig yang terbuat 100 persen dari rambut manusia sangat mudah ditata dan memberikan hasil akhir yang natural, sulit dibedakan dengan rambut asli.

"Bisa kita sasak, kita sanggul, atau kita catok dengan mudah. Sebaiknya sesuaikan juga tipe wig-nya dengan usia pemakai. Kalau sudah usia dewasa, seperti tante-tante pilih wig yang tekstur rambutnya mulai kering. Akan aneh kalau pakai wig-nya rambut yang masih lurus dan halus," kata Indra di acara yang sama.

Baca juga: Cegah Rambut Rontok dan Tipis, Ini Perawatan Penting di Usia 40an

Wig yang 100 persen terbuat dari rambut manusia juga memberikan sensasi ringan, lebih nyaman, dan sangat alami.

"Wig yang kami sediakan dijahit satu persatu. Benar-benar seperti rambut asli, mau dikeriting bisa, dicatok bisa. Kalau customer pakai enggak akan terlihat seperti rambut palsu, tidak ketebalan atau ada belang warnanya," ujarnya.

Selain itu, wig yang paling banyak dicari adalah wig yang natural, dengan warna rambut kehitaman, dengan panjang yang mirip dengan rambut aslinya.

Untuk orang yang sudah berumur, tersedia pula wig yang memiliki uban, sehingga tak akan terlihat berbeda dengan penampilan aslinya.

"Ubannya pun rambut beruban asli yang kita jahit," kata wanita yang memulai bisnisnya sejak tahun 2013 ini.

Baca juga: Alasan Gaya Rambut Bob Jadi Tren Paling Hits Tahun Ini

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau