Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Ketahuan Penyakitnya Jadi Alasan Tunda Deteksi Dini Kanker Payudara

Kompas.com, 29 Oktober 2025, 12:54 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Deteksi dini kanker payudara bertujuan untuk menemukan kanker pada stadium awal. Selain biaya yang lebih sedikit, pengobatan kanker payudara di stadium awal juga memiliki tingkat kesembuhan tinggi.

Sayangnya, kesadaran untuk melakukan deteksi dini masih rendah. Di Indonesia sebagian besar kasus kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut.

Meski saat ini pemeriksaan kanker payudara sudah termasuk dalam program cek kesehatan gratis (CKG), namun jumlah perempuan yang menjalani pemeriksaan sangat rendah.

"Dari total 45 juta orang yang sudah mengikuti CKG sebanyak 20 juta di antaranya adalah perempuan, tapi hanya 300 ribu yang bersedia menjalani skrining kanker payudara," tutur Direktur Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI, dr.Siti Nadia Tarmizi, dalam acara diskusi memeringati Bulan Kepedulian Kanker Payudara di Jakarta (28/10/2025).

Baca juga: Teknologi Baru Deteksi Kanker Payudara Cuma 5 Detik

Menurut Siti Nadia, ada berbagai alasan yang menyebabkan keengganan perempuan melakukan deteksi dini, salah satunya rasa takut.

"Lebih baik enggak ketahuan penyakitnya daripada nanti harus dioperasi atau dikemoterapi. Jadi menurut mereka terkena kanker itu dianggap takdir," ujarnya.

Selain itu, banyak juga perempuan yang perlu mendapat izin dulu dari suami atau keluarganya untuk melakukan deteksi dini. Alasan lain adalah karena merasa tidak ada gejala apa pun sehingga tak perlu pemeriksaan.

Kepala Departemen Medical Check Up RS MRCCC Siloam Hospital Semanggi, dr.Agnes, membagikan pengalamannya menemukan kanker payudara "secara tidak sengaja" saat pasien menjalani medical check up.

"Banyak juga kanker payudara sering ditemukan tidak sengaja saat medical check up kesehatan rutin. Biasanya kami lalu mengimbau pasien untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan berkonsultasi ke dokter spesialis," ujar dr.Agnes di acara yang sama.

Baca juga: Dokter: Kanker Payudara Sering Tak Bergejala, Deteksi Dini Bisa Selamatkan Nyawa

Diskusi media memeringati Bulan Kepedulian Kanker Payudara dengan narasumber dari kiri ke kanan: dr.Siti Nadia Tarmizi, dr.Nina Supit Sp.Rad(K), dr.Agnes, dan dr.Andhika Rachman Sp.PD-KHOM.KOMPAS.com/Lusia Kus Anna Diskusi media memeringati Bulan Kepedulian Kanker Payudara dengan narasumber dari kiri ke kanan: dr.Siti Nadia Tarmizi, dr.Nina Supit Sp.Rad(K), dr.Agnes, dan dr.Andhika Rachman Sp.PD-KHOM.

Ia mengatakan, saat menemukan sesuatu yang tidak diharapkan, biasanya pasien akan ketakutan. Tugas tenaga kesehatan lah untuk memberikan pengertian kepada pasien agar bersedia melanjutkan pemeriksaan.

"Saat menemukan hal yang enggak menggembirakan, misalnya ada benjolan di payudara secara tidak sengaja, ini sebenarnya sinyal yang bagus karena diketahui lebih awal sebelum ada gejala," jelasnya.

Baca juga: Bukan Hanya Benjolan, Ini Gejala Awal Kanker Payudara yang Diungkap Para Pasien

Siti Nadia menambahkan, kemauan skrining kanker payudara ini juga tidak dipengaruhi ekonomi hingga tingkat pendidikan seseorang. 

"Angka skrining payudara di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Semarang, dan Surabaya, lebih tinggi daripada di daerah. Bukan berarti perempuan di daerah terpencil tidak mau periksa, tapi mungkin informasinya yang kurang," ujarnya.

Kapan melakukan deteksi dini kanker payudara

Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan pada perempuan yang sudah memasuki usia pubertas.

Deteksi ini bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Menurut dr.Andhika Rachman Sp.PD-KHOM dari MRCCC Siloam Hospital Semanggi, SADARI sebaiknya dilakukan seminggu setelah menstruasi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Parenting
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Beauty & Grooming
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Beauty & Grooming
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Parenting
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau