Penulis
KOMPAS.com – Kabar wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat beberapa waktu lalu menarik perhatian publik, termasuk soal aturan berpakaian bagi pelayat.
Salah satu ketentuan yang paling diperhatikan adalah larangan perempuan memakai celana dan kewajiban menggunakan rok panjang.
"Iya pasti itu. Kalau wanita tidak diperkenankan pakai celana. Harus pakai rok panjang, tidak boleh pendek dan seterusnya. Memang kita batasi dengan aturan yang ada," ujar Kerabat Keraton Solo, KPH Eddy Wirabhumi, di Keraton Solo, Jawa Tengah, dikutip dari pemberitaan Kompas.com sebelumnya, Rabu (5/11/2025).
Baca juga: Jokowi Pakai Batik Naga Saat Bertemu Sri Sultan HB X, Apakah Sesuai Tradisi Keraton?
Putra mahkota Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPAA Hamengkunegoro, atau yang akrab disapa Gusti Purboyo, menyatakan diri sebagai Paku Buwono (PB) XIV. Pernyataan tersebut disampaikan Gusti Purboyo menjelang pemberangkatan jenazah PB XIII ke Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Rabu (5/11/2025).Menurut Prof. Dr. Sarwono, M.Sn., Guru?Besar Bidang Tekstil Tradisi, Prodi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret (UNS), aturan itu berakar dari adat Jawa yang berlaku di lingkungan Keraton.
"Kalau adat Jawa, semua pelayat (Keraton) memakai sinjang atau jarit. Untuk perempuan, jarit ini tidak boleh diganti dengan celana karena dalam adat Jawa tidak mengenal celana untuk wanita," ungkap Prof. Sarwono saat dihubungi Kompas.com.
Aturan ini menjadi bagian dari upaya menjaga tatanan kesopanan, stratifikasi sosial, dan wibawa upacara adat keraton.
Baca juga: Style Jisoo BLACKPINK Usai Konser di Jakarta, Pakai Bag Charm Pikachu Berkemeja Batik
Lebih jauh, Prof. Sarwono menjelaskan bahwa pilihan motif batik juga memiliki makna simbolik.
"Masyarakat umum tidak diperbolehkan memakai motif Parang, karena motif ini khusus digunakan oleh raja dan putra/putri raja dalam upacara adat Keraton," sambungnya.
Dengan demikian, busana pelayat bukan hanya soal warna atau panjang pendek, tetapi juga tentang hierarki simbolik dan tingkat penghormatan terhadap tradisi keraton.
Walau berpegang pada adat, Prof. Sarwono mencatat bahwa jarit kini telah mengalami modifikasi agar lebih praktis.
Jarit kini banyak diubah menjadi rok dengan lipatan tertentu, yaitu untuk wanita ada 9 lipatan kecil, pria 7 lipatan agak besar.
"Tapi sekarang jarit sudah dimodifikasi bentuk rok di depannya ada wiru (dilipat-lipat)," ungkapnya.
Modifikasi ini memudahkan masyarakat bergerak namun tetap mengacu pada aturan adat.
Baca juga: Enggak Cuma Indah, Motif Batik dan Cincin Berlian Ini Punya Makna Cinta yang Dalam Banget!
Larangan celana bagi perempuan dalam konteks Keraton ini berakar pada konsep tradisional Jawa mengenai busana wanita yang harus menutup dan tidak menampilkan bentuk tubuh secara ketat.
Berdasarkan penjelasan Prof. Sarwono, dalam adat Jawa tidak mengenal celana untuk wanita, dengan demikian penggunaan rok panjang bukan hanya sekadar estetika, tetapi juga ekspresi penghormatan terhadap tradisi yang luhur.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang