KOMPAS.com - Dalam perayaan empat puluh tahun berkaryanya, Adrian membagi koleksinya menjadi beberapa bagian, salah satunya yang terinspirasi dari surealisme dan budaya Indonesia.
Unsur budaya Indonesia seperti wayang, batik, dan keris biasanya tampil dalam bentuk yang tradisional. Namun di tangan Adrian Gan, elemen-elemen budaya itu tampil dalam bentuk baru.
Ia mengolahnya menjadi visual surealisme yang tidak hanya segar, tetapi juga memperlihatkan bagaimana estetika Nusantara dapat berdialog dengan tren mode masa kini.
“Makanya kalau yang surrealism itu, saya lebih ke motif. Dan motif-motifnya di situ, kalau dilihat ada batik, ada wayang, ada keris, tapi dibikin yang surrealism jadi irregular,” katanya usai pagelaran 40th Year Adrian Gan Couture Fashion Presentation di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
Baca juga: Adrian Gan Hidupkan Kain Ratusan Tahun Jadi Detail Busana Couture Berkelas
Pada koleksi ini, Adrian tidak hanya menampilkan wayang, batik, atau keris dalam bentuk tradisionalnya. Elemen-elemen tersebut ia olah dengan pendekatan surealisme, mengikuti tren visual yang tengah berkembang.
“Sekarang lagi trennya surrealism, kita plesetin gambar-gambarnya,” ujar Adrian.
Dari proses tersebut, bentuk wayang, ukiran keris, hingga pola batik tampil dalam versi yang berbeda dari tampilan biasanya. Adrian tidak hanya mempertahankan identitas budayanya, tetapi juga memberi ruang bagi interpretasi baru yang lebih eksperimental.
Baca juga: Dari Tenun hingga Perhiasan, Begini 5 Cara Mudah Merawat Warisan Budaya Nusantara
Elemen wayang menjadi salah satu fokus yang menonjol. Namun, Adrian tidak menampilkannya seperti bentuk wayang klasik.
Ia menciptakan bentuk wajah dan tubuh yang lebih bebas, tetapi tetap membawa unsur pewayangan.
“Sebetulnya, kalau di pewayangan, mata itu macam-macam. Mata yang sedih, mata yang apa,” kata Adrian.
Namun Adrian memilih untuk menghadirkan bentuk mata yang lebih bulat dibandingkan versi wayang klasik.
“Tapi matanya kita kan berbeda, sedikit lebih bulat. Tangannya juga bukan seperti tangan surrealism biasa. Tapi tangannya lebih kayak wayang punya tangan,” lanjutnya.
Ia menekankan bahwa beberapa elemen memang memiliki filosofi dalam dunia pewayangan, tetapi ia tidak fokus pada makna spesifiknya. Yang ia lakukan adalah meminjam bentuk tersebut dan memadukannya dengan ide serta interpretasi kreatifnya.
Baca juga: Perjalanan Kreatif Adrian Gan, dari Ready to Wear ke Tantangan Couture
Koleksi Adrian Gan dalam pagelaran busana 40th Year Adrian Gan Couture Fashion Presentation di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).Interpretasi motif Indonesia dalam koleksi ini bukan hanya soal konsep, tetapi juga soal craftmanship. Untuk menciptakan efek tiga dimensi yang seolah keluar dari permukaan busana, Adrian menggunakan tiga teknik sulam berlapis.
Metode tersebut membuat motif tidak hanya terlihat sebagai permukaan datar, tetapi juga memiliki kedalaman visual yang membentuk karakter khas pada busananya.
“Jadi di awal, biasa embroidery-nya flat. Setelah flat, kita bikin lagi embroidery di kain lain, untuk di-cut, lalu ditempel ulang, diisi pakai padding. Jadi makanya bunganya bisa seperti keluar, semuanya kain,” terangnya.
Dengan metode ini, motif wayang dan ornamen Indonesia tidak sekadar dicetak atau ditempel, melainkan benar-benar dibangun melalui lapisan tekstil, menonjol sebagai detail couture.
Baca juga: Adrian Gan Merangkum Perjalanan 40 Tahun di dunia Fashion Lewat Koleksi Seance
Koleksi Adrian Gan dalam pagelaran busana 40th Year Adrian Gan Couture Fashion Presentation di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).Adrian mengakui bahwa salah satu ciri khasnya sejak lama adalah menggabungkan berbagai elemen dalam satu rangkaian visual.
Dalam koleksi perayaan kali ini, penggabungan itu terlihat jelas antara nuansa Victorian, Gotik, surealisme, dan motif Indonesia yang menjadi satu rangkaian estetika.
Terdapat bagian yang menggambarkan era Victorian dengan sentuhan Gotik. Kemudian, dilanjutkan dengan penampilan surealisme yang digabungkan dengan elemen budaya Nusantara.
Dengan pendekatan ini, Adrian tidak sekadar membawa motif Indonesia ke runway. Ia menata ulang bentuk-bentuk yang familiar itu, lalu memberi mereka konteks baru yang lebih eksperimental, lebih bebas, dan lebih kontemporer.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang