Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Padel Lebih Mudah Masuk ke Gaya Hidup Masyarakat?

Kompas.com, 8 Desember 2025, 06:26 WIB
Nabilla Ramadhian,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun ini ada beberapa olahraga yang sedang naik daun di kalangan masyarakat Indonesia, mulai dari pilates, aerial yoga, sampai padel.

Di antara semua olahraga yang sedang ramai dilakukan tahun ini, mengapa padel sangat populer dan lebih mudah masuk ke gaya hidup masyarakat?

“Kenapa padel ini lebih digandrungi karena teknis permainannya lebih mudah, dan secara komunitas, atau ‘tongkrongan’, lebih masuk,” kata Head of Director Perkumpulan Besar Padel Indonesia, Okki Yonda, saat ditemui di Bandeja Padel Arena, Jakarta Utara, Jumat (5/12/2025).

Baca juga: Pandangan Yuki Kato Soal Padel Disebut Olahraga FOMO, Jangan Takut Mencoba

Alasan padel lebih “meledak”

Teknis permainan yang lebih mudah

Padel termasuk olahraga dengan teknis permainan yang lebih mudah dipahami, sehingga membuat orang-orang senang melakukannya.

Secara garis besar, inti olahraga ini adalah bagaimana pemain bisa mempertahankan diri dalam memukul bola sebanyak-banyaknya untuk mencetak poin.

“Ketika memukul bola lebih banyak, artinya dia ada timbul rasa senang. Ketika seseorang melakukan olahraga, kemudian dia senang, rasa senang itu yang akan membuat dia bertahan pada satu cabang olahraga (padel),” tutur Okki.

Baca juga: Turnamen Antarkomunitas Jadi Ujung Tombak Perkembangan Padel di Indonesia

Komunitas yang inklusif

Menurut Okki komunitas yang terbentuk di kalangan pecinta padel cukup inklusif.

Menurut dia, pemain padel dari segala usia, baik itu anak-anak, remaja, dewasa muda, dan orang yang lebih tua, sering kali saling berbaur usai bermain padel.

“Ketika olahraga padel, kita bisa ngumpul bareng. Biasanya ada yang merayakan ulang tahun bareng dan sebagainya. Itu yang membuat olahraga padel ini engagement-nya semakin bagus dan cepat meledak,” kata dia.

Tidak jarang, orang-orang yang sedang tidak mengikuti sesi padel pun datang ke arena hanya untuk sekadar berkumpul dengan komunitasnya.

“Istilahnya tidak ada jarak di komunitas. Karena kalau ada jarak kan kita berolahraganya jadi enggak enak. Kalau di padel, biasa saling berbaur satu sama lain, karena inklusif,” lanjut Okki.

Baca juga: 4 Tips Bermain Padel untuk Pemula Menurut Ahli, Jangan Asal Memukul Bola

Head of Director Perkumpulan Besar Padel Indonesia, Okki Yonda, saat ditemui di Bandeja Padel Arena, Jakarta Utara, Jumat (5/12/2025).kompas.com / Nabilla Ramadhian Head of Director Perkumpulan Besar Padel Indonesia, Okki Yonda, saat ditemui di Bandeja Padel Arena, Jakarta Utara, Jumat (5/12/2025).

Kedekatan seperti ini bisa terjalin karena faktor teknis yang mendukung, yaitu ukuran lapangan padel yang lebih kecil daripada lapangan tenis.

Ukurannya yang kecil memungkinkan para pemain dan penonton mudah mengobrol sehingga lambat laun bakal terjalin kedekatan.

Manfaat padel untuk kesehatan

Meskipun dianggap sebagai olahraga FOMO (fear of missing out) yang bakal surut dalam beberapa bulan, bukan berarti padel tidak bermanfaat untuk kesehatan.

Ada empat manfaat yang wajib diketahui supaya keinginanmu untuk mencoba olahraga padel semakin membara. Apa saja?

Baca juga: Cara Hindari Cedera Padel Menurut Pakar, Kenali Kemampuan Diri

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau