KOMPAS.com – Tidak semua hubungan pertemanan berjalan sehat. Beberapa di antaranya justru dapat berubah menjadi toxic yang melelahkan secara emosional.
Psikolog klinis Dr. Golee Abrishami mengingatkan, persahabatan seharusnya memberi ruang untuk tumbuh, bukan membuat kita terkuras.
“Persahabatan yang positif membantu kamu berkembang, tetapi persahabatan toxic justru menarik kamu ke bawah,” ujarnya, dilansir dari PureWow, Senin (8/12/2025).
Psikolog Dr. Lauren Phillips menambahkan, hubungan pertemanan yang toxic dapat memicu kelelahan emosional. Kondisi ini membuat hubungan terasa berat dan penuh stres.
Baca juga: Apa Dampak Orangtua yang Toxic Bagi Anak hingga Dewasa?
“Toxic friendship menguras energi, menurunkan toleransi seseorang terhadap frustrasi, dan menciptakan kelelahan empati sehingga seseorang kesulitan merasakan empati lebih jauh untuk temannya,” jelasnya
Lantas, bagaimana cara menghadapi teman yang toxic tanpa mengorbankan kesehatan mental? Berikut empat langkah yang disarankan para ahli.
Langkah pertama menghadapi teman yang toxic adalah berani mengkomunikasikan perasaan secara jelas.
Abrishami menjelaskan, penting untuk memberi tahu teman tersebut mengenai perilaku yang membuat kamu tidak nyaman.
Baca juga: Ahli Bagikan 6 Cara Menghadapi Keluarga yang Toxic
“Sampaikan bagaimana tindakan mereka membuat kamu merasa dan apa yang bisa mereka lakukan berbeda di masa depan untuk memperbaiki masalah,” katanya.
Cobalah memilih waktu yang tenang dan suasana yang kondusif. Sampaikan contoh perilaku toxic yang terjadi, dampaknya pada kamu, dan apa yang kamu harapkan.
Jika setelah diberi tahu mereka justru menyerang balik, menyalahkan kamu, atau hanya memberikan janji tanpa perubahan nyata, Abrishami menilai pertemanan itu mungkin tidak layak dipertahankan.
Ilustrasi stres dan kehabisan energi.Saat teman mulai menunjukkan perilaku toxic seperti bergosip, menjatuhkan orang lain, atau mengajak kamu terlibat drama, jangan ikut larut.
Phillips mengingatkan, menanggapi perilaku toxic dengan cara yang sama hanya membuat situasi semakin negatif.
Alih-alih menyamai energi mereka, berikan respons netral dan alihkan topik pembicaraan.
Ketika mereka menyadari bahwa kamu tidak tertarik memperkuat pola toxic tersebut, biasanya mereka akan mengurangi perilaku itu atau mencari tempat lain untuk mencurahkan drama mereka.
Sikap ini menjadi sinyal bahwa kamu tidak menerima perilaku yang tidak sehat.
Baca juga: 10 Red Flag dalam Pertemanan yang Sering Diabaikan, Waspadai Tandanya!
Tidak semua hubungan toxic harus berakhir. Ada kalanya pertemanan tetap bisa dipertahankan dengan mempersempit batasan atau fokus pada bagian positif dari hubungan itu.
Misalnya, teman kamu mungkin sering mengeluh secara berlebihan, sebuah perilaku toxic, tetapi kalian memiliki minat serupa yang membuat waktu bersama tetap menyenangkan.
Phillips menilai menyesuaikan dinamika pertemanan bukan hal tabu. Kamu bisa tetap menjaga hubungan dengan membatasi interaksi di area yang rentan memunculkan perilaku toxic.
Dengan menetapkan batasan sehat, kamu tetap dapat menikmati sisi baik dari hubungan itu tanpa merasa terkuras.
Baca juga: Studi Ungkap Biang Keladi Drama Toksik Kantor
Tidak semua hubungan dapat diselamatkan. Ketika perilaku toxic sudah berlangsung lama dan berulang, atau kamu selalu merasa menjadi versi terburuk dari diri sendiri saat bersama mereka, ada kalanya hubungan itu memang harus diakhiri.
Abrishami menegaskan, terlalu banyak memberi kesempatan pada orang yang toxic hanya memperpanjang penderitaan.
“Saya sering melihat klien memberi terlalu banyak kesempatan kepada orang toxic, yang akhirnya menyebabkan bertahun-tahun rasa sakit. Gunakan waktu dan energi kamu untuk orang-orang yang mengangkat kamu,” ujarnya.
Mengakhiri hubungan toxic mungkin terasa berat, terutama jika kalian sudah berteman sejak lama.
Namun menjaga kesehatan mental jauh lebih penting. Tidak ada yang salah dengan memilih untuk melangkah pergi demi kesejahteraan diri.
Baca juga: 7 Kebiasaan Toxic yang Bisa Menurunkan Kualitas Hidup, Termasuk Scrolling Media Sosial
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang