Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Olahraga Lari Bagus untuk Tulang Belakang

Kompas.com - 04/07/2017, 16:00 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

Orang yang rutin berlari atau berjalan cepat diketahui memiliki disc atau bantalan antar ruas tulang belakang yang sehat dibandingkan dengan yang jarang melakukan aktivitas fisik.

Temuan studi tersebut membantah anggapan bahwa aktivitas fisik seperti berlari dapat membebani tulang belakang. Berlari ternyata justru menguatkan kondisi tulang belakang.

Tulang belakang manusia merupakan mekanisme yang rumit, terdiri dari tulang punggung yang berada di antara bantalan tulang rawan berbentuk cakram (intervertebral disc). Cakram ini, berbentuk seperti bantalan kecil, berisi cairan kental yang menekan dan menyerap tekanan saat bergerak, menjaga tulang belakang dalam bentuk kerja yang baik.

Seiring bertambahnya usia, adanya penyakit atau cedera, cakram di tulang belakang bisa menurun dan membengkak, mengakibatkan sakit punggung dan akhirnya melemahkan fungsinya.

Hingga saat ini, ilmuwan dan para dokter tetap percaya bahwa kita tak bisa berbuat banyak untuk memperkuat fungsi cakram tulang belakang. Otot dan tulang bereakasi terhadap tekanan fisik gerakan dengan menjadi lebih besar dan kuat. Tapi, sebagian pakar meyakini bahwa cakram tulang belakang tetap tidak tahan terhadap proses ini dan mungkin justru dilanda kesakitan parah karena berlari.

Studi terbaru yang dipublikasikan bulan April 2017 di Scientific Reports, mengungkap para peneliti dari Deakin University di Australia meneliti tulang belakang orang yang berlari dan tidak.

Mereka menganaisa 79 orang, di mana 2/3 adalah seorang pelari. Beberapa di antara para pelari ini mengaku berlari lebih dari 30 kilometer sepekan dalam latihan. Mereka dikelompokkan sebagai grup pelari jarak jauh.

Pelari lainnya mengaku berlari antara 12 hingga 25 mil dalam satu pekan. Semua pelari sudah berlari setidaknya selama lima tahun. Sementara kelompok terakhir adalah mereka yang tak pernah latihan berlari sama sekali.

Untuk mendapat hasil yang akurat, peneliti meminta relawan memakai Akselerometer selama sepekan. Kemudian tulang belakang mereka diperiksa menggunakan MRI untuk mengukur ukuran dan kecairan cakram.

Hasilnya, memang ada perbedaan. Secara umum, cakram atau bantalan tulang rawan para pelari lebih besar dan berisi banyak cairan dari pada orang yang tidak berlari.

Pemimpin studi dan profesor di Institute for Physical Activity and Nutrition at Deakin University, Daniel Belavy, mengatakan karena ukuran cakram lebih besar dan cairan lebih banyak, para pelari memiliki kesehatan cakram lebih baik dibanding mereka yang tak pernah beraktivitas fisik.

Menariknya, perbedaan jarak lari tidak hampir tidak memiliki arti. Cakram orang-orang yang berlari kurang dari 30 kilometer hampir sama dengan mereka yang termasuk pelari jarak jauh. Artinya berlari jarak jauh tidak berkontribusi pada bertambah besarnya ukuran cakram, juga tidak berdampak negatif pada kemerosotan cakram.

Untuk mendapatkan bukti yang lebih kuat, para peneliti ingin mengetahui level latihan ideal untuk kesehatan cakram dan mulai menganalisa mendalam akselometer mereka.

Akselometer mengukur pergerakan seperti kekuatan akselerasi atau berapa banyak kekuatan tubuh saat bergerak.

Para peneliti meminta 10 sukarelawan untuk menggunakan treadmill dan hasilnya cukup mengejutkan, bahwa berlari tidak benar-benar diperlukan. Jalan cepat dengan kecepatan empat mil per jam atau jogging, ternyata cukup menghasilkan kekuatan fisik untuk membuat cakram yang paling sehat.

Sementara itu berjalan santai dan berdiri di tempat tidak memberikan manfaat yang sama. Aktivitas yang paling bagus untuk cakram adalah berjalan cepat dan jogging. Walau hasil studi ini tidak membuktikan latihan bisa membuat cakram lebih sehat, tapi hanya orang yang berlari yang memiliki cakram sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com