Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 27/06/2013, 15:32 WIB
EditorFelicitas Harmandini
KOMPAS.com - Apa biasanya komentar kita, saat menghadapi deadlock dalam meeting, di mana beda pendapat tidak menemukan jalan tengah? Apa respon kita saat pertumbuhan bisnis tidak menggembirakan, sehingga perusahaan harus melakukan efisiensi biaya di sana-sini, termasuk memotong bonus atau fasilitas untuk karyawan? Apa yang kita pikirkan saat klien yang dulunya sangat loyal, kemudian berpaling menggunakan jasa kompetitor?

Kesemuanya ini sering membuat mood kita seolah diselimuti awan kelabu. Sering dengan mudah kita langsung merasa terpuruk, berkeluh-kesah, mencari-cari kesalahan. Situasi ini juga kerap membuat kita merasa mentok atau no way out, bukan?

Kadang, kita tidak bisa menyalahkan individu, bila memang menyaksikan situasi yang buruk. Tetapi, kita memang perlu mawas diri dan bertanya, apakah sikap pesimis, bahkan sinis, ini akan berguna? Bukankah pemikiran adalah awal dari tindakan kita? Begitu kita memulai sesuatu dengan sikap negatif maka kita tidak mempunyai kesempatan untuk memulai sesuatu yang baik.

Dalam bisnis, kejutan seperti mitra bisnis yang tiba-tiba berpaling dan ingkar janji, ketidakberuntungan ataupun keputusan yang salah dan menyebabkan kerugian bisa terjadi, atau malah kadang datang bertubi-tubi. Bayangkan, apa jadinya bila kita sudah kehilangan optimisme? Tidak adanya optimisme, tanpa disadari bisa menyebabkan ekonomi tergerogoti  karena tidak tumbuhnya bisnis baru secara proporsional.

Sikap pesimis juga menyebabkan kita tidak lagi antusias berinvestasi, bahkan mematikan niat untuk berburu orang-orang berbakat. Dan lucunya, dalam situasi seperti itu, banyak ide baru yang direspons secara getir, penuh kesinisan. Bukan saja orang menekankan sikap konservatif, atau “buy in” ide baru lemah, tetapi penolakan tersebut diwarnai agresi. Komentar: “Ah, basi!”, jadi lebih sering kita dengar, misalnya saat ada rekan kerja mengeluarkan ide yang terkesan "biasa-biasa" saja.

Jadi, bisa dikatakan bahwa musuh optimisme bukanlah sekadar pesimisme, tetapi juga kesinisan. Jadi dalam setiap ide atau situasi, yang muncul secara default di dalam persepsi kita adalah pandangan negatif, yang bahkan dibumbui dengan memori-memori lama tentang keburukan situasi. Bukankah ini bisa sangat menghambat kemajuan kita?

Seorang tokoh periklanan, Jay Chiat, sering mengatakan bahwa ketrampilan hidup yang perlu senantiasa dikembangkan adalah untuk menghadapi ancaman kekalahan. Beliau mengatakan  bahwa optimisme adalah satu-satunya senjata menghadapi kesulitan. Itu sebabnya, kita perlu berlatih mental secara rutin untuk melakukan berbagai hal sebaik-baiknya, walau dengan  sumberdaya terbatas.

Kita bisa melihat para entrepreneur sukses jarang terdengar mengkomplen hal-hal yang mereka tidak punya, tetapi justru menghargai apa yang mereka miliki dan apa hasil pemanfaatannya. Dengan begitu kita terbiasa berada di  situasi bawah tekanan, bukan mengeluh, merengek, tetapi siap untuk memunculkan “call for action”.

Disiplin berpikir sebagai dasar optimisme
Optimisme adalah keyakinan bahwa hampir semua masalah dapat diselesaikan dengan kerja keras dan mindset yang tepat. Meski terdengar sederhana, tapi kita tahu betul betapa ini tidak mudah, apalagi karena memang berita-berita buruk datang silih berganti dan lingkungan sekitar kita pun seringkali menyuburkan sikap pesimisme. Itu sebabnya, kita kerap kagum pada orang yang selalu bisa berpikir optimis, padahal kita tahu sendiri bahwa nasibnya tidak seberuntung orang lain.

Sebetulnya, tidak sedikit riset yang menunjukkan bahwa orang yang berpikir positif mempunyai derajat kesuksesan yang lebih tinggi di pekerjaan, sekolah, bahkan dalam hidupnya. Hasil penelitian pun mengatakan bahwa optimisme ini ditularkan. Orangtua yang optimis, biasanya membesarkan putra-putri yang optimis pula. Jadi, apa yang perlu dilakukan agar kita bisa senantiasa bersikap optimis?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke