Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/08/2013, 11:54 WIB
KOMPAS.com - Suvenir tak melulu harus berupa barang. Sekeping biskuit renyah yang dikemas cantik bisa menjadi bingkisan yang bikin lidah senang, hati girang. Apalagi jika biskuit itu bercita rasa eksotis, mulai dari rasa rawon, sambal terasi, sampai rendang!

Sebuah gerai pajang mungil menyempil di sudut lantai dasar di Gedung Wirausaha di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Ruang dalam tertata manis serupa rumah boneka dengan dominasi warna putih yang adem. Belasan keranjang rotan persegi berisi aneka rasa biskuit berjajar rapi di salah satu sisi dinding. Logo ”Infinite Delight” yang terpasang di muka gerai seperti menjanjikan sesuatu.

Setiap keping biskuit di dalam deretan keranjang tersebut dikemas cantik dan higienis. Kepingan-kepingan biskuit dalam kemasan itu pun dikemas lagi dalam aneka rupa kotak karton dengan hiasan beragam, cantik dan personal. Siap untuk dihadiahkan kepada orang-orang tersayang.

Perlakuan penuh kasih sayang terhadap biskuit semacam itu mengingatkan pada Tokyo Banana, semacam chiffon cake mungil kemasan asal Jepang yang begitu populer dibeli turis sebagai suvenir saat pelesir di negeri sakura itu. Kue mungil itu sebenarnya sederhana saja, mirip chiffon cake yang berbentuk pisang dengan isian krim custard aneka rasa.

Jika Jepang punya Tokyo Banana, Indonesia punya Infinite Delight yang berupa biskuit premium. Namun, ada perbedaan yang nyata. Dalam kemasan bergaya internasional, Infinite
Delight ternyata menawarkan cita rasa biskuit yang eksotis. Coba renungkan saja, pernahkah terbayang menikmati biskuit dengan rasa sambal terasi, rawon, soto, nasi uduk, sampai rendang?

Ya, biskuit Infinite Delight kreasi Kataline Darmono ini berhasil mentransformasi kekayaan kuliner Indonesia menjadi berbentuk biskuit yang layak menjadi suvenir apik. Dari 23 rasa biskuit yang ditawarkan Infinite Delight sejak tahun 2009, enam rasa bertema ”Indonesia Banget”, yang baru Juni lalu resmi diperkenalkan. Cita rasa biskuit ajaib ini ternyata mudah memenangi lidah. Apalagi bagi yang doyan ngemil, satu stoples boleh jadi tak cukup.

Kataline memang terlahir dari keluarga biskuit. Kedua orangtuanya adalah pendiri biskuit yang cukup melegenda di Indonesia, Khong Guan. Namun, Kataline malah memilih untuk membangun sendiri bisnisnya, yang meski masih kecil amat inovatif.

Suvenir pernikahan
Lulus dari sekolah di bidang pemasaran dan keuangan di Amerika Serikat, Kataline kembali ke Indonesia dengan gagasan segar. Ketika adiknya menikah, Kataline membuat kue pernikahan (wedding cake) yang terbuat dari biskuit yang dikemas apik, kemudian biskuit itu menjadi suvenir yang diberikan kepada tamu undangan ketika hendak pulang.

Seusai acara pesta pernikahan, Kataline mengaku malah kerap dimintai teman-temannya untuk membuatkan biskuit sebagai suvenir. Dari permintaan yang terus datang, Kataline akhirnya mantap merintis bisnisnya sendiri, yaitu membuat biskuit premium dengan kemasan personal. Dengan begitu, berdirilah Infinite Delight sejak 2009 dengan 13 pegawai di tim inti.

”Semua anggota tim kami perempuan. Perempuan lebih perhatian pada detail dan rapi. Kami di tim saling bertukar ide,” kata Kataline.

Cita rasa ”ajaib” bertema ”Indonesia Banget”, menurut dia, sebenarnya telah digagas sejak setahun lalu. Uji coba resep yang dilakukan tim research and development pun berlangsung berkali-kali hingga sampai pada formula yang pas untuk setiap rasa. Ide menciptakan rasa biskuit ”Indonesia Banget” tersebut lahir dari permintaan pelanggan atas biskuit asin.

Kataline pun terpikir untuk membuat ragam biskuit yang cenderung asin-gurih yang berakar pada kekayaan kuliner Indonesia. Terciptalah kemudian enam rasa, yakni nasi uduk, soto (lamongan), rendang, rawon, sambal goreng terasi, dan ubi ungu.

Semangat Kataline menggali rasa dari kuliner Indonesia sederhana saja. Selama tinggal di AS, dia menangkap kesan bahwa cita rasa kuliner yang identik dengan Indonesia belum begitu mudah terbit di benak warga negara asing di arena internasional.

”Kalau Thailand, orang langsung ingat dengan tom yam, Malaysia langsung ingat nasi lemak, dan sebagainya. Kalau Indonesia masih seperti meraba-raba,” ujar Kataline.

Mentransformasi cita rasa kuliner Indonesia dalam bentuk suvenir biskuit seperti mengemas secara efisien sebuah cita rasa kuliner menjadi mudah diperkenalkan ke mana saja. Bayangkan saja, membawa rendang sungguhan ke luar negeri, seperti AS, sudah pasti akan terjegal di bea cukai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com