Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/09/2016, 15:11 WIB

SOLO, KOMPAS — Persediaan darah di Indonesia masih jauh di bawah tingkat kebutuhan. Dari kebutuhan 4,8 juta kantong dalam satu tahun, stok darah nasional baru mencapai 4 juta kantong. Untuk itu, kesadaran masyarakat untuk menyumbangkan darah perlu terus ditingkatkan.

Pelaksana Harian Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat Ginandjar Kartasasmita mengatakan, stok darah nasional jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Kebutuhan kita besar sekali, kalau menurut ketentuan WHO, bahkan harus tersedia 2 persen dari jumlah penduduk. Artinya, kalau jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta orang, harus ada persediaan darah 5 juta kantong," kata Ginandjar, di sela-sela acara Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-71 Palang Merah Indonesia, di Karanganyar, Jawa Tengah, Sabtu (17/9).

Secara nasional, kebutuhan darah saat ini 4,8 juta kantong dalam satu tahun. Selain masih di bawah tingkat kebutuhan, persediaan darah tidak tersebar merata di setiap kabupaten atau kota. Akibatnya, jika suatu daerah membutuhkan persediaan darah, maka harus mengambil stok dari daerah lain. Jika stok darah tak ada karena kebutuhan melonjak, keluarga pasien diminta menyumbangkan darahnya.

Sejauh ini, tingkat kesadaran masyarakat untuk donor darah bervariasi di setiap daerah sehingga stok darah tidak merata. Sebagian daerah memiliki persentase jumlah penyumbang darah rendah, dan di daerah lain persentasenya amat tinggi. Solo, misalnya, jumlah penyumbang darah 20 persen dari jumlah total penduduk di wilayah itu.

Unit transfusi darah

Menurut Ginandjar, kendala lain dalam penyediaan darah bagi pasien adalah tidak semua PMI kabupaten atau kota memiliki unit transfusi darah (UTD). Saat ini, unit transfusi darah PMI baru ada di 212 kabupaten/kota.

Sejauh ini, PMI kabupaten atau kota yang belum memiliki UTD tidak hanya ada di daerah Indonesia Timur, tetapi juga ada di Pulau Jawa. Misalnya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, belum memiliki UTD. "Dari 212 UTD yang ada, baru enam UTD yang memenuhi syarat good manufacturing practices (praktik pengolahan yang baik)," ujarnya.

Untuk menyediakan stok darah sesuai standar WHO, PMI akan memperbanyak UTD di daerah. Selain itu, PMI juga mendidik para tenaga diploma bidang darah karena masih kekurangan banyak tenaga ahli bidang darah.

Terkait hal itu, PMI mendirikan Akademi Teknologi Bank Darah di Solo, Semarang, Jakarta, dan Yogyakarta. "Sebuah UTD setidaknya membutuhkan 20 tenaga, dari petugas laboratorium sampai administrasi," kata Ginandjar.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan kantong darah, PMI akan membangun pabrik kantong darah di Bekasi, Jawa Barat. Pihak PMI bekerja sama dengan PT Bio Farma akan membangun pabrik pengolahan plasma darah. "Selama ini, kantong darah diimpor sehingga menyedot devisa besar. Ini harus bisa diproduksi sendiri di dalam negeri," ucapnya.

Ketua PMI Solo Susanto Tjokrosoekarno mengatakan, untuk meningkatkan jumlah penyumbang darah, PMI Solo aktif menggandeng berbagai instansi pemerintah dan swasta, TNI dan Polri, serta sekolah-sekolah. Cara itu efektif mempertinggi jumlah penyumbang sehingga saat ini jumlahnya mencapai 20 persen dari jumlah warga Solo yang mencapai 550.000 jiwa.

Namun, stok darah di sejumlah daerah di Tanah Air masih terbatas. Sebagaimana diberitakan Kompas, beberapa waktu lalu, stok darah di PMI Kota Magelang, Jawa Tengah, terbatas, bahkan stok darah golongan darah A kosong. Kondisi serupa terjadi di UTD PMI Temanggung karena tingginya permintaan. (RWN)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 September 2016, di halaman 13 dengan judul "Persediaan Darah Tidak Mencukupi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com