Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindrom Metabolik, Pemicu Penyakit Jantung dan Stroke

Kompas.com, 25 Maret 2019, 12:17 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Penyakit jantung dan stroke saat ini masih jadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Salah satu yang memicunya adalah sindrom metabolik alias sekumpulan faktor resiko kesehatan yang berpotensi menyebabkan kematian.

Ada lima ciri seseorang mengalami sindrom metabolik yaitu  tekanan darah tinggi (di atas 120/80), peningkatan kadar gula darah (melebihi 100gr/dL), lemak yang berkumpul di sekitar pinggang, rendahnya kolesterol baik, dan tingginya trigliserida (di atas 150mg/dL).

“Seseorang dikatakan mengalami sindrom metabolik ketika memiliki tiga dari lima hal tersebut” kata Medical Expert Combiphar dr. Sandi Perutama Gani dalam acara media workshop di Bogor, (23/03/19).

Sindrom metaboliki bisa menjadi resiko pada penyakit yang lebih berbahaya seperti jantung dan stroke. Menurut data, 23 persen masyarakat Indonesia mengalami sindrom metabolik.

Dijelaskan oleh Sandi, ada tiga penyebab umum seseorang mengalami sindrom metabolik yaitu gaya hidup, genetik, dan faktor usia tua.

Faktor gaya hidup yang kurang melakukan aktivitas fisik, makan dan minum yang tidak sehat, kurang istirahat, merokok, dan konsumsi alkohol berlebih perlu diubah.

Baca juga: Faktor yang Membuat Penyakit Jantung Makin Sering Dialami Orang Muda

Namun tidak mudah mengubah pola hidup tidak sehat. Apalagi, menurut data, Indonesia berada di posisi pertama di Asia Pasifik yang paling gemar mengonsumsi camilan.        

“Hal ini semakin memprihatinkan karena hanya 2 persen orang Indonesia yang memilih camilan sehat dan hanya 5 persen orang Indonesia yang cukup mengonsumsi buah dan sayur,” tambah Sandi.

Penelitian lain juga mengungkap Indonesia di posisi teratas sebagai negara yang penduduknya paling malas berjalan kaki.

Idealnya, seseorang berjalan kaki sebanyak 10.000 langkah setiap harinya. Namun, rata-rata orang Indonesia hanya melangkah sebanyak 3.513 setiap hari.

Sandi mengatakan, sindrom metabolik bisa dicegah dengan memperbaiki pola makan dan melakukan aktivitas fisik.

“Ganti karbohidrat kompleks dengan makanan berserat tinggi. Setiap hari juga usahakan berolahraga 30 menit. Dengan melakukan itu kita bias mengurangi risiko sindrom metabolik 17 persen,” katanya. (Aldo Christian Sitanggang)

 Baca juga: Bom Waktu Sindrom Metabolik dan Harapan untuk BPJS Kesehatan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau