KOMPAS.com - Maul Azzahra (28) cukup sering mengakses media sosial, terutama TikTok. Bahkan, hal itu dilakukannya setiap ada kesempatan.
Rutinitas ibu rumah tangga yang baginya terasa monoton membuatnya mencari pelarian dengan melihat berbagai konten di media sosial, seperti konten jualan, berita, hingga hiburan.
“Siang pas ada anak sih cuma 15 menit, tapi kalau anak tidur bisa sampai 1-2 jam,” ujarnya ketika diwawancarai Kompas.com, Sabtu (28//12/2024).
Ibu muda asal Bandung ini seringkali merasa kesal pada dirinya sendiri lantaran terlalu sibuk dengan ponsel, termasuk ketika anaknya memerlukan perhatian.
Ia juga menyadari, kecanduan terhadap media sosial membuatnya merasakan sejumlah gejala "brain rot", seperti sering lupa.
"Sering lupa sampai ngobrolpun aku sering lupa tadi ngobrolin apa saja," akunya.
Ia juga merasakan penurunan minat, yang tadinya bersemangat belajar sesuatu atau mengasah kemampuan berubah menjadi rasa malas dan tidak jadi merealisasikan keinginannya tersebut selama berbulan-bulan.
Baca juga: 5 Ciri Kamu Mengalami Brain Rot, Salah Satunya Daya Ingat Menurun
Istilah brain rot belakangan ini ramai diperbincangkan, terutama di kalangan Gen Alfa.
Brain Rot mengacu pada gangguan kognitif akibat terlalu sering mengonsumsi konten instan di media sosial, yang menyebabkan kelebihan beban kognitif.
Menurut ilmuwan neurosains dan CEO Sekolah Otak Indonesia Taufiq Pasiak, brain rot bukanlah sekedar istilah populer tetapi juga kelebihan beban kognitif yang benar-benar bisa terjadi pada seseorang.
"Kondisi ini betul-betul terjadi dan bisa diamati di otak dengan penggunaan alat alat canggih, atau dengan melihat gejala dan keluhannya," ujar Taufiq ketika diwawancarai Kompas.com, belum lama ini.
Sering lupa atau penurunan daya ingat, seperti yang dialami Maul, memang menjadi salah satu gejalanya.
Taufiq menjelaskan, hal itu terjadi karena otak terus dibombardir oleh berbagai obyek secara simultan, sehingga tidak mampu mengatur informasi dengan baik.
"Hal yang baru saja terjadi sulit diingat akibat terlampau banyak obyek pada satu waktu sekaligus, dengan tema berbeda-beda," ungkapnya.
Adapun gejala lainnya seperti kesulitan fokus, penurunan minat pada aktivitas mendalam, ketergantungan pada konten instan, hingga kecemasan saat tidak menerima stimulasi.