Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecanduan "Scrolling" Medsos, Gejala "Brain Rot" yang Kian Nyata

Kompas.com, 30 Desember 2024, 18:55 WIB
Silmi Nurul Utami,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Maul Azzahra (28) cukup sering mengakses media sosial, terutama TikTok. Bahkan, hal itu dilakukannya setiap ada kesempatan.

Rutinitas ibu rumah tangga yang baginya terasa monoton membuatnya mencari pelarian dengan melihat berbagai konten di media sosial, seperti konten jualan, berita, hingga hiburan.

“Siang pas ada anak sih cuma 15 menit, tapi kalau anak tidur bisa sampai 1-2 jam,” ujarnya ketika diwawancarai Kompas.com, Sabtu (28//12/2024).

Ibu muda asal Bandung ini seringkali merasa kesal pada dirinya sendiri lantaran terlalu sibuk dengan ponsel, termasuk ketika anaknya memerlukan perhatian.

Ia juga menyadari, kecanduan terhadap media sosial membuatnya merasakan sejumlah gejala "brain rot", seperti sering lupa.

"Sering lupa sampai ngobrolpun aku sering lupa tadi ngobrolin apa saja," akunya.

Ia juga merasakan penurunan minat, yang tadinya bersemangat belajar sesuatu atau mengasah kemampuan berubah menjadi rasa malas dan tidak jadi merealisasikan keinginannya tersebut selama berbulan-bulan. 

Baca juga: 5 Ciri Kamu Mengalami Brain Rot, Salah Satunya Daya Ingat Menurun

Fenomena brain rot, akibat sering nonton konten "receh"

Istilah brain rot belakangan ini ramai diperbincangkan, terutama di kalangan Gen Alfa.

Brain Rot mengacu pada gangguan kognitif akibat terlalu sering mengonsumsi konten instan di media sosial, yang menyebabkan kelebihan beban kognitif.

Menurut ilmuwan neurosains dan CEO Sekolah Otak Indonesia Taufiq Pasiak, brain rot bukanlah sekedar istilah populer tetapi juga kelebihan beban kognitif yang benar-benar bisa terjadi pada seseorang.

"Kondisi ini betul-betul terjadi dan bisa diamati di otak dengan penggunaan alat alat canggih, atau dengan melihat gejala dan keluhannya," ujar Taufiq ketika diwawancarai Kompas.com, belum lama ini.

Sering lupa atau penurunan daya ingat, seperti yang dialami Maul, memang menjadi salah satu gejalanya.

Taufiq menjelaskan, hal itu terjadi karena otak terus dibombardir oleh berbagai obyek secara simultan, sehingga tidak mampu mengatur informasi dengan baik.

"Hal yang baru saja terjadi sulit diingat akibat terlampau banyak obyek pada satu waktu sekaligus, dengan tema berbeda-beda," ungkapnya.

Adapun gejala lainnya seperti kesulitan fokus, penurunan minat pada aktivitas mendalam, ketergantungan pada konten instan, hingga kecemasan saat tidak menerima stimulasi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau