Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Sikap Galak Chef Juna Ketika Jadi Juri Memasak

Kompas.com, 23 Juni 2017, 17:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

Selain sosoknya yang tinggi, tampan dan bertato, Chef Juna lebih dikenal orang karena tampangnya yang serius, galak, dan ucapan-ucapannya yang ketus ketika menjadi juri Master Chef Indonesia.

Namun, pria yang memiliki nama lengkap Junior Rorimpandey ini memiliki alasan tersendiri mengapa dirinya memperlakukan peserta lomba masak seperti itu.

"Kenapa saya seperti itu, 13 tahun perjuangan saya di Amerika buat dapet gelar chef itu dengan usaha yang jungkir balik. Nah, di Master Chef masak-masak 3 bulan terus pemenang dapat Rp 300 juta dengan gelar master chef. Serius enggak boleh dikerasin?" kata Juna saat diwawancarai Kompas Lifestyle di restoran terbarunya Corellate.

Menurut Juna, untuk memiliki keahlian tertentu diperlukan usaha yang ulet dan mental yang kuat. Jika tidak, gelar chef yang didapat secara instan hanya akan merusak industri kuliner yang ada.

"Saya tidak ingin industri ini didapat dengan cara instan yang selanjutnya orang tersebut malah menjadi banci kamera. Terbukti, kan, pemenang-pemenang di Master Chef cukup sukses, tapi yang seri 1 dan 2 di mana saya jadi jurinya," katanya.

Sikap keras dan dispilin itu menurutnya justru menguntungkan para peserta. Selain ilmu yang didapat, mental yang kuat pun akan terbentuk dengan sendirinya ketika menghadapi masalah.

"Mereka yang setelah keluar dari Master Chef apalagi menang, entah itu nantinya bisnis apapun atau membuka restoran orang akan kenal, popularitas sudah mereka kantongi, kesempatan terbuka lebar, masa tidak boleh dikerasin sedikit," ucapnya.

Menurutnya, perlombaan memasak yang dilakukan televisi-televisi swasta termasuk dalam perlombaan yang sangat enak untuk diikuti. Karena pada saat ikut perlombaan, peserta mendapatkan bayaran per episode dan mendapatkan popularitas.

Berbeda dengan perlombaan masak yang digelar di luar negeri. Mereka betul-betul menanggalkan atribut maupun kehidupan pribadi mereka untuk menjalani karantina.

Terkait dengan perlakukan Juna tersebut, rupanya para chef yang tergabung dalam Indonesian Chef Association justru berterimakasih kepada Juna karena telah membuka mata awam tentang kerasnya menjadi chef.

"Pernah ada satu jamuan para chef-chef senior dari seluruh Indonesia, saya sempat tidak percaya diri karena takut dikira pemain baru di dunia kuliner. Tetapi apa yang terjadi, mereka berterima kasih karena telah membuka mata awam bahwa dunia chef itu keras," terangnya.

Selain sibuk mengurus restoran barunya, kini Juna menjabat sebagai Pengurus Pusat Indonesian Chef Association untuk memajukan kuliner nusantara dan meningkatkan kredibilitas chef Indonesia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau