Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemeriksaan yang Wajib Dilakukan pada ASI Donor

Walau ASI adalah susu, tetapi tetap merupakan produk darah yang bisa membawa virus penyebab penyakit.

Menurut penjelasan dr.Elizabeth Yohmi, Sp.A, penularan penyakit yang bisa melalui ASI antara lain hepatitis B dan C, HIV, Cytomegalovirus (CMV) dari keluarga virus herpes, herpes simpleks, rubela, dan juga bakteri.

Sementara itu, di media sosial biasanya pencari donor dan penerima donasi ASI biasanya hanya mencantumkan jenis kelamin bayi, usia, agama, dan juga pola makan pendonor ASI.

"Idealnya ASI dari donor sudah melalui pemeriksaan, baik screening lisan dan tulisan, pemeriksaan laboratorium, bahkan harus dipasteurisasi dan dikultur, sebelum diberikan pada bayi," kata dokter yang menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia ini.

Proses penapisan (screening) untuk menjadi donor ASI dibagi menjadi dua langkah prosedur, pertama donor (pemberi) ASI akan menjawab pertanyaan tertulis tentang riwayat kesehatan secara detail.

Kemudian form ini dikirim ke pusat layanan kesehatan primer untuk konfirmasi kebenaran data.

Donor potensial ditolak jika pernah mendapat transfuri darah atau produk darah lainnya dalam 12 bulan terakhir, melakukan transplantasi organ atau jaringan dalam setahun terakhir, mengonsumsi alkohol dalam 24 jam terakhir, mengonsumsi obat sistemik atau hormonal, atau menggunakan dosis besar vitamin dan obat herbal.

"Selain itu ASI dari ibu yang vegetarian dan tidak mendapat suplemen vitamin B-12 juga berbeda komposisinya dengan ibu yang mengonsumsi protein hewani," katanya.

ASI yang didonorkan juga seharusnya tidak berasal dari ibu yang mengonsumsi narkoba, merokok, memiliki riwayat penyakit hepatitis atau infeksi kronik seperti HIV dan tuberkulosis.

Sebaiknya ASI juga tidak berasal dari ibu yang mempunyai pasangan seksual 12 bulan terakhir yang beresiko mengidap HIV atau hepatitis.

"Masalahnya kita segan untuk bertanya tentang hal ini. Padahal, angka HIV di Indonesia sangat tinggi," ujar Yohmi.

Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya virus dan bakteri dalam ASI cukup dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan pemberi ASI. "Cukup ibunya saja yang diperiksa darahnya," imbuhnya.

Yohmi menambahkan, di negara maju, donor ASI diperlakukan sama seperti donor darah karena sama-sama berpotensi menularkan penyakit. Badan Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat (CDC) bahkan tidak merekmondasikan ASI donor tanpa didahului proses screening.

Hasil penelitian tahun 2010 pada 1091 donor ASI ditemukan sekitar 3,3 persen hasil penapisan serologi menemukan kandungan virus sifilis, hepatitis B, hepatitis C,HTLV dan HIV. Dan penelitian penelitian lain, hasil penapisan pada 810 ASI yang belum dipasteurisasi, ditemukan pertumbuhan berbagai bakteri.

Yohmi mengatakan, saat ini Satgas ASI IDAI sedang mempersiapkan pengaturan tentang donor ASI. "Idealnya donor ASI dikelola oleh rumah sakit yang mengembangkan satu unit khusus yang menangani proses screening, pasteurisasi, penyimpanan, hingga distribusi ASI," katanya.

Saat ini di Indonesia baru RSUPN Cipto Mangunkusumo yang memiliki bank penyimpanan ASI cukup baik. Berbeda di luar negeri di mana Bank ASI sudah sangat terstruktur.


https://lifestyle.kompas.com/read/2017/10/14/125439920/pemeriksaan-yang-wajib-dilakukan-pada-asi-donor

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com