Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Suka Mendengkur Bisa Berujung Obesitas

Ingatan saya terbawa pada pasien A, usia 8 tahun. Dari penampilannya, jelas ia tampak gemuk dan selalu mengantuk. Orangtuanya mulai menganggapnya tak wajar ketika A dilaporkan mengantuk dan tertidur di kelas. Sebelumnya tak pernah terpikir bahwa dengkuran A yang menyebabkannya.

Mendengkur menjadi gejala utama dari sleep apnea yang artinya henti napas saat tidur. Pada orang dewasa, kondisi itu menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes, stroke, impotensi, dan kematian. Adapun pada anak-anak akan mengganggu daya tahan tubuh dan tumbuh kembangnya.

Belakangan, para ahli menemukan bahwa anak yang mendengkur akan tumbuh dewasa menjadi obesitas.

Ini agak membingungkan pembaca kebanyakan karena adanya anggapan bahwa kegemukan membuat orang mendengkur, kenyataan yang menyatakan sebaliknya jadi terdengar aneh. Ngorok bikin gemuk!

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Christos S Mantzoros, seorang ahli endokrin, menemukan hubungan timbal balik antara mendengkur dan obesitas pada anak. Semakin parah tingkat mendengkur, semakin parah gangguan metabolismenya hingga semakin parah juga obesitasnya.

Penelitian sebelumnya pada hewan menemukan bahwa tidur dari induk akan menentukan sistem metabolisme generasi berikutnya.

Saat hamil, kondisi oksigen dalam kandang dibuat naik-turun meniru kondisi sleep apnea. Akibatnya, anak yang laki-laki lahir lebih besar dan memiliki nafsu makan lebih tinggi. Kadar kolesterol, trigliserid, dan insulin juga tinggi.

Ini adalah penanda biologis akan munculnya diabetes dan penyakit jantung dan pembuluh darah nantinya.

Tim peneliti yang penelitiannya diterbitkan pada jurnal Metabolism ini kemudian melihat data dari Project Viva, sebuah survei yang dilakukan oleh Atrius Harvard Vanguard Medical Associates, sebuah jaringan klinik di Massachusetts, AS.

Para pasien disurvei tentang jadwal tidur, kebiasaan menonton TV, makan makanan cepat saji, kadar gula, kolesterol, dan data-data lain.

Ditemukan bahwa pada anak yang mendengkur, kadar biomarker yang mengarah pada obesitas, semuanya meningkat.

Kesimpulannya, pada anak-anak ini, intervensi dini untuk mengatasi sleep apnea berbarengan dengan usaha menurunkan berat badan dapat mencegah obesitas di usia dewasa.

Kita akan mampu memutus rantai jahat yang menghubungkan dengkur-obesitas dan penyakit-penyakit kronis akibat obesitas ataupun sleep apnea.

Anak yang mendengkur memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki massa lemak dan obesitas nantinya. Dari pemeriksaan darah, kemungkinan untuk menderita diabetes dan penyakit jantung di usia dewasa juga meningkat.

Para peneliti juga menemukan bahwa anak yang ngorok nantinya akan menjadi remaja yang obesitas. Nilai-nilai kadar hormon lapar (leptin), kolesterol HDL, dan alinnya juga meningkat.

Hubungan sleep apnea dan obesitas ternyata terjadi dua arah. Obesitas jelas mempersempit saluran napas hingga mengalami sleep apnea.

Adapun sleep apnea sendiri akan mengganggu metabolisme sehingga mengganggu sistem metabolisme yang pada akhirnya menyebabkan obesitas.

Prof Mantzoros menyerukan agar sleep apnea atau mendengkur pada anak-anak harus segera diatasi untuk mencegah munculnya obesitas dan penyakit-penyakit kronis seperti jantung dan diabetes nantinya di usia dewasa.

https://lifestyle.kompas.com/read/2017/11/28/190300820/anak-suka-mendengkur-bisa-berujung-obesitas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com