Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Konflik Bisa Bikin Hubungan dengan Kekasih Lebih Kuat

Banyak hal yang menjadi alasannya, padahal konflik dan perdebatan dalam sebuah hubungan sebetulnya adalah hal yang baik. Lho, kenapa ya?

"Di Indonesia, yang namanya debat dianggap masalah, sesuatu yang buruk, negatif, atau bikin hubungan hancur. Makanya kalau ada ketidakpuasan dikubur."

Hal itu diungkapkan Relationship Coach dan Pendiri KelasCinta.com, Lex de Praxis dalam seminar bertajuk "Relationship Blueprint" yang diselenggarakan di Grand Orchardz Kemayoran, Jakarta, Sabtu (13/10/2018).

Ia menambahkan, ketidakpuasan yang dikubur dalam hati, lama-kelamaan akan mengakar dan tumbuh, lalu ketika muncul ke permukaan akan lebih susah diperbaiki.

"Ketika cewek bilang: 'Kamu enggak bisa dibilangin!' itu berarti "pohonnya" sudah besar. Kadang cowoknya juga menganggap dirinya bisa mengatasi sendiri," tuturnya.

Lex menjelaskan, banyak laki-laki yang terkadang kurang peka, malas ribet, atau sibuk sehingga enggan memperdebatkan masalah kecil.

Sedangkan pihak perempuan, biasanya, malas bicara dan lebih memilih memendam hal yang ingin diutarakannya.

Ketika si perempuan tidak pernah bicara, pihak laki-laki merasa hubungannya tak ada masalah. Padahal, perempuan tersebut merasa pasangannya tidak peduli, tidak mendukungnya, atau memberi batasan.

Lex mencontohkan ketika seorang laki-laki dan perempuan sudah membina hubungan bertahun-tahun dan si perempuan sudah berekspektasi menikah di tahun tertentu. Perempuan itu berharap segera dinikahkan.

Namun, si laki-laki tak kunjung menunjukkan pergerakan sehingga si perempuan kesal dan terus mengomel. Menganggap pasangannya tidak peka. Padahal, ia sendiri tak pernah mengutarakan keinginannya secara jelas.

"Ini masalah kebanyakan orang Indonesia," kata dia.

Konflik memang tak terhindarkan dalam sebuah hubungan. Namun, ketika konflik itu muncul, salah satu pihak harus berani bicara. Di sisi lain, pihak lainnya juga harus bersedia mendengar.

Pertengkaran dalam hubungan adalah hal yang sehat. Hal yang tidak sehat adalah melibatkan emosi, seperti saling menuduh dan memaki. Ketika emosi sudah dilibatkan, jarang sekali ditemukan solusi.

"Padahal kalau si cewek bilang masalahnya dari hari awal, akan langsung dikoreksi. Banyak laki-laki memerlukan instruksi yang jelas. Misalnya, minta jemput dua kali seminggu, dan sebagainya. Tapi kalimat yang keluar: kamu enggak care, lebih peduli sama keluarga kamu. Lho, itu kan tuduhan," kata Lex.

"Ketika tuduhan keluar, masalah utamanya bisa enggak selesai. Akibatnya malah jadi bertengkar masalah lain."

Menurutnya, kunci mengatasi konflik dalam hubungan bukanlah menghilangkan atau mengubur konflik tersebut, melainkan membahasnya dan mencari penyelesaian.

Meski terdengar mudah, namun hal ini sulit dipraktikkan oleh banyak orang. Sehingga alasan "ketidakcocokan" sering menjadi alasan pasangan suami-istri yang bercerai.

Padahal, pasangan yang mampu mengelola konflik dalam hubungannya cenderung akan semakin kuat dan solid.

"Justru setelah kita berhasil menyelesaikan konflik, kita akan makin kuat. Ingat enggak ketika awal pacaran, lalu ada masalah dan berhasil menembus masalah itu? Setelah itu makin intim, makin cocok," ucap Lex.

"Makanya kalau ada masalah, tekan terus, jangan menjauh. Agar semakin lama semakin beradaptasi dan akhirnya 'klik'."

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/10/15/082628020/konflik-bisa-bikin-hubungan-dengan-kekasih-lebih-kuat

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com