Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aice Angkat Bicara terkait Aksi Mogok Kerja Para Buruh

JAKARTA, KOMPAS.com - PT. Alpen Food Industry (PT AFI) yang memproduksi es krim Aice menjawab isu yang berkembang terkait aksi mogok kerja sejumlah buruh yang dilakukan sejak 21 Februari 2020 lalu.

Adapun pekerja yang melakukan aksi tergabung dalam Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI).

Terkait aksi tersebut, Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian mengatakan perusahaan pada dasarnya sudah memenuhi semua regulasi yang berlaku.

"Semua sudah kami lakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Simon ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).

Menurutnya aksi tersebut sudah mengganggu operasional produksi dan merugikan perusahaan. Sebab, dari 11 line produksi yang dijalankan, hingga hari ini hanya 7 line yang berjalan.

"Jadi produksi tidak maksimal dan sudah mengalami kerugian. Tapi kami belum hitung karena belum selesai," lanjut dia.

Adapun beberapa poin krusial yang ada dalam daftar tuntutan antara lain:

1. Sistem pengupahan

SGBBI menyampaikan permintaan perundingan bipartit (pengajuan perundingan) terkait beberapa persoalan, salah satunya mengenai tuntutan kenaikan upah.

Setelah sejumlah perundingan bipartit yang berjalan, angka formula kenaikan upah 2020 merujuk pada angka sekitarRp 8 juta. Namun PT AFI kemudian menawarkan formula upah versi mereka yang diklain sudah sesuai dengan angka upah minimum yang berlaku.

Namun, lanjut Simon, angka tersebut masih di luar tunjangan kesejahteraan.

Ia merinci beberapa di antaranya seperti insentif kehadiran Rp 200 ribu per bulan, tunjangan ulang tahun Rp 300 ribu, tunjangan pernikahan Rp 1 juta, tunjangan melahirkan Rp 1 juta, tunjangan makan Rp 15.000 per hari dan lainnya.

"Kalau dikalikan mungkin mereka bisa dapat hampir Rp 5 juta, jauh dari upah minimum yang ditentukan pemerintah," ucapnya.

Memastikan pihaknya sudah menjalankan sesuai undang-undang, Simon berharap SGBBI mengikuti saran mediator untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial jika merasa permasalahan menemui kebuntuan. Bukan melalui unjuk rasa dengan menyampaikan isu-isu yang dinilai tidak benar.

2. Beban kerja buruh hamil

Poin krusial lainnya yang termasuk dalam tuntutan adalah mengenai beban kerja berat terhadap buruh hamil yang disebut menyebabkan sejumlah buruh mengalami keguguran.

Simon meyakini pihaknya sudah memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 72 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Isi pasal tersebut adalah melarang pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan hamil masuk pada shift malam (23.00-07.00) jika menurut keterangan dokter berbahaya.

Jika tidak ada risiko kandungan maka pelarangan itu tidak berlaku. Meski begitu, pasal yang sama mewajibkan perusahaan memberi buruh perempuan yang bekerja shift malam dengan makanan bergizi.

"Kami sudah lakukan itu. Kami selalu berikan susu kotak dan makanan yang bergizi setiap malam entah roti atau makanan lain dalam rangka suplai gizi ibu-ibu yang mengandung," ujarnya.

Selain itu, tambahnya, setiap dua minggu sekali mereka mendatangkan bidan serta tersedia perawat dan dokter di unit pelayanan kesehatan setiap harinya untuk memastikan kesehatan buruh, termasuk buruh hamil.

Berdasarkan catatan perusahaan, terdapat 14 dari 91 buruh hamil yang mengalami keguguran. Angka itu dinilai cukup tinggi, oleh karena itu manajemen memutuskan untuk melakukan Medical Check Up oleh RS Omni khusus pada buruh hamil yang mengalami keguguran.

Hasilnya, kata Simon, pihak rumah sakit mendapati bahwa keguguran tidak berkaitan dengan kondisi kerja. Terlebih perusahaan juga telah memindahkan sementara tugas mereka dari posisi yang dilarang.

Adapun posisi yang dilarang dalam ketentuan undang-undang adalah tugas dalam posisi berdiri, posisi yang bersentuhan dengan mesin yang bergetar dan posisi yang membuat mereka mengangkat benda berat.

"Kami pastikan semua pekerja hamil bekerja sesuai aturan perundang-undangan," ujarnya.

3. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Poin lainnya yang dinilai cukup krusial adalah mengenai K3. Menurut Simon, PT AFI bahkan membuka bagi masyarakat umum untuk berkunjung ke pabrik di Mojokerto dan melihat langsung proses produksi. Namun, hal serupa belum bisa dilakukan di pabrik Cikarang karena alasan kebersihan.

"Tapi karena banyak tuduhan yang kurang tepat, kalau media mau lihat pabrik Cikarang kami open," kata Simon.

4. Mutu es krim

Salah satu daftar tuntutan menyebut mengenai produksi yang diduga tercemar mikroba namun produk tetap dijual.

Simon menegaskan, PT AFI adalah pabrik yang sudah mendapatkan nomer registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), melalui audit mekanisme sistem keamanan pangan, menerapkan sertifikasi jaminan mutu ISO 9001:2015, hingga sertifikasi jaminan keamanan pangan HACCP.

Oleh karena itu, kata dia, setiap produk yang diproduksi dilakukan inspeksi dan pengawasan ketat di laboratorium untuk memastikan hanya produk yang sesuai standar yang lolos.

"Tuduhan itu bagi kami sungguh keji karena kami benar-benar tidak ingin mencelakai konsumen. Moto, filosofi kami jelas. Kepada pihak yang menuliskan itu kami akan berupaya mengambil tindakan hukum," ungkap Simon.

Sebelumnya, kabar mengenai aksi mogok kerja buruh es krim Aice beredar luas di media sosial.

Publik secara luas pun menyoroti bagaimana perusahaan dinilai melakukan sejumlah pelanggaran aturan ketenagakerjaan, termasuk isu pelanggaran aturan kerja bagi buruh hamil.

Isu ini membuat sejumlah warganet kemudian menyuarakan boikot Aice hingga ada perbaikan nasib bagi para buruhnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/28/091941220/aice-angkat-bicara-terkait-aksi-mogok-kerja-para-buruh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke