Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Robot Seks untuk Manusia, Membantu atau Mengganggu?

KOMPAS.com - Ketika teknologi semakin maju, banyak kegiatan manusia digantikan mesin atau robot, tidak terkecuali urusan bercinta.

Berawal dari boneka dan alat bantu seks, kini manusia menciptakan robot yang dibuat khusus untuk aktivitas seksual.

Seperti halnya boneka seks, robot seks penampakannya benar-benar realistis dan dibuat semirip mungkin dengan manusia. Bahkan, robot seks bisa dibuat sesuai kebutuhan dan selera pemiliknya.

Teknologi memungkinkan robot seks dilengkapi dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan bisa berbincang-bincang sederhana. Akibatnya tidak semua orang mampu membelinya karena harga yang selangit.

Selain harganya yang relatif tinggi, ada banyak kontroversi seputar robot seks karena dianggap lebih banyak risiko ketimbang manfaatnya.

Kontroversi seputar robot seks

Para penciptanya mengklaim bahwa robot seks tidak berbahaya sama sekali. Bahkan, keberadaan robot seks disebut bisa mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan memastikan hasrat seksual pemiliknya “terpenuhi”.

Itulah sebabnya, robot seks didesain tidak terbatas gender. Bukan hanya untuk laki-laki saja, tapi juga perempuan. Namun benarkah klaim ini sepadan dan didukung dengan bukti ilmiah?

Tim peneliti dari NHS London dan King’s College London berkolaborasi untuk menjawabnya. Mereka adalah Chantal Cox-George dan Susan Bewley yang mengumpulkan database segala informasi terkait klaim benarkah robot seks memiliki therapeutic effect.

Didukung dengan riset komprehensif dan diskusi bersama pakar lain, hingga kini tak ada bukti bahwa sexbot berdampak pada kesehatan mental seseorang.

Di sisi lain, beberapa keuntungan dari memiliki robot seks yang disebutkan dalam hasil penelitian mereka di antaranya:

  • Seks lebih aman
  • Mengubah norma masyarakat
  • Potensi menjadi terapi
  • Potensi untuk menyembuhkan pedofil dan pelaku kekerasan seksual

Klaim yang ada saat ini adalah bahwa sex robot mereduksi keinginan pemiliknya untuk terlibat dalam sex trafficking atau sex tourism.

Sementara untuk parameter seks lebih aman, ini karena robot seks lebih aman dari bakteri ketimbang bergonta-ganti pasangan yang rentan menjadi media penularan infeksi menular seksual.

Meski demikian, belum tentu realitanya selaras dengan ekspektasi. Bisa saja, yang terjadi justru sebaliknya. Pertimbangannya adalah:

Robot tak memiliki nafsu dan perasaan

Berbeda dengan pasangan yang memiliki nafsu dan perasaan antara kedua belah pihak, robot tidak memilikinya. Dikhawatirkan, hal ini justru membuat keintiman mustahil terwujud karena tidak ada perasaan yang saling membalas.

Berpotensi sebabkan kecanduan

Dari penelitian Cox-George dan Bewley, disebutkan bahwa ada potensi robot seks menyembuhkan pedofil atau mantan pelaku kekerasan seksual.

Sayangnya, konsep ini juga masih kabur. Penampakan robot yang tanpa cela berisiko menyebabkan pemiliknya kecanduan dengan konsep semacam itu.

Menggeser persepsi normal

Selain potensi menyebabkan kecanduan, memiliki robot seks juga bisa menggeser persepsi yang semula dianggap normal dan atraktif dari pasangan.

Tubuh robot seks dibuat sedemikian rupa hingga bisa menyebabkan distorsi ketika dibandingkan dengan manusia normal.

Terlalu cepat dilibatkan di dunia medis

Dari beberapa riset komprehensif itu, ditarik kesimpulan bahwa terlalu cepat apabila melibatkan robot seks dalam dunia medis. 

Alasannya, belum ada pengujian secara empiris bahwa penggunaan robot seks benar-benar bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang ke arah positif.

Penyaluran penyimpangan seksual

Belum adanya regulasi terkait perdagangan robot seks ini membuat kreatornya bebas menyisipkan skenario apapun, bahkan yang mewadahi orang dengan penyimpangan seksual.

Sebut saja robot yang dibuat seakan-akan sedang diperkosa hingga didesain layaknya anak-anak, diperuntukkan bagi pedofil.

Menarik diri dari interaksi sosial

Robot seks didesain bisa mengingat semua hal tentang pemiliknya. Hal favorit, hal yang dibenci, pengalaman, hingga ke detil terkecil.

Pada kondisi tertentu, bisa saja keberadaan robot seks ini membuat seseorang asyik sendiri  dan semakin menarik diri dari interaksi sosial nyata.

Adanya teknologi robot semakin memudahkan segalanya. Namun ketika berhubungan dengan sexbot, para peneliti mengatakan risikonya lebih tinggi ketimbang klaim-klaim manfaatnya.

Mereka mengkhawatirkan adanya robot seks menjadi pelarian dari kehidupan nyata atau hubungan dengan orang sesungguhnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/06/10/102249720/robot-seks-untuk-manusia-membantu-atau-mengganggu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke