Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Terungkap, Hubungan Obesitas, Peradangan Otak, dan "Hobi" Makan Banyak

Para ahli memprediksi, jumlah penderita obesitas akan semakin banyak dalam beberapa tahun ke depan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memperkirakan jumlah penderita obesitas akan mencapai 70 juta jiwa di tahun 2025 mendatang.

Yang mengejutkan, angka 70 juta jiwa yang disebutkan WHO semuanya adalah anak-anak.

Lalu, adakah cara untuk memperkirakan kemungkinan obesitas pada anak?

Berdasarkan hasil penelitian terbaru yang memprediksi obesitas pada anak-anak, terungkap pola makan yang buruk dan penambahan berat badan saling berkaitan.

Artinya, semakin banyak makanan tidak sehat yang dikonsumsi, maka semakin besar pula keinginan untuk mengonsumsi makanan tidak sehat.

Semua itu, bisa terlihat dari skrining magnetic resonance imaging atau MRI otak.

Hasil riset yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences meneliti hubungan antara peradangan dan obesitas.

Para peneliti meninjau sekumpulan data dari 11.000 anak sebagai responden.

Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik pencitraan otak untuk menganalisis kepadatan sel di wilayah otak yang terlibat dalam motivasi penghargaan dan perilaku makan.

Ditemukan, semakin besar konsentrasi sel-sel yang dianggap mewakili peradangan di otak, lingkar pinggang anak juga semakin membesar.

Kepadatan sel atau peradangan saraf yang terkait ukuran lingkar pinggang anak bukan cuma menandakan obesitas.

Sebab, data itu juga dapat memperkirakan kenaikan berat badan anak di masa depan.

"Temuan yang lebih mengesankan adalah, kepadatan sel di wilayah otak bisa memperkirakan peningkatan lingkar pinggang dan indeks massa tubuh pada satu tahun ke depan."

Demikian dikatakan Kristina Rapuano, psychology postdoctoral fellowship di Yale University yang menjadi penulis dalam penelitian tersebut.

Artinya, obesitas dapat menyebabkan respons peradangan di otak, yang pada akhirnya memicu overeating (makan terlalu banyak), dan kebiasaan makan yang lebih buruk.

Penelitian ini juga mengungkap, obesitas pada masa kanak-kanak terbukti menjadi indikator yang kuat untuk obesitas di masa depan.

Salah satu penulis lain, BJ Casey mengatakan, tingkat obesitas di seluruh dunia meningkat empat kali lipat selama 40 tahun terakhir.

Sehingga, temuan dalam studi ini dapat membawa kita lebih dekat untuk memahami dan mencegah obesitas.

"Studi ini adalah langkah menuju pemahaman lebih baik tentang mekanisme neurobiologis yang mendasari penambahan berat badan pada masa kanak-kanak."

"Sangat penting untuk menginformasikan strategi penanganan dini dan pencegahan obesitas," kata dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/14/135728120/terungkap-hubungan-obesitas-peradangan-otak-dan-hobi-makan-banyak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com