Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membedakan antara Toxic Positivity dan Berpikiran Positif

KOMPAS.com - Belakangan istilah toxic positivity makin sering diperbincangkan. Istilah ini mengarah ke kalimat positif ketika seseorang merasa tertekan atau stres, yang malah memberikan efek negatif.

Biasanya dalam kondisi tidak nyaman dan terpuruk, kalimat-kalimat positif yang tujuan awalnya bertujuan memberi semangat.

Akan tetapi, ketika cara pikir dan emosi positif itu harus selalu ada, yang terjadi malah bisa menghancurkan diri sendiri.

Hal ini dikarenakan cara pikir atau emosi positif dilakukan secara berlebihan dan sebenarnya hanya ingin menghindar dari perasaan tidak nyaman.

"Kuncinya ada di kata selalu positif di setiap saat," ujar psikolog klinis dewasa Alfath Hanifah Megawati saat dihubungi Kompas.com.

Dia menambahkan, toxic positivity bisa dilakukan oleh orang lain kepada diri kita, tetapi bisa juga diri sendiri yang melakukannya.

Racun dalam positivitas terjadi jika diri sendiri tidak mau mengakui perasaan tidak nyaman yang sedang dirasakan dan memilih memendamnya.

Dengan demikian, tidak ada ruang dalam diri untuk merasa lemah, sakit, atau menjadi gagal. Akibatnya, muncul perasaan harus selalu benar dan menang.

"Nah, ini yang menjadi toxic. Padahal, sebagai manusia, kita tidak bisa lepas dari perasaan tidak nyaman, sakit, gagal, lemah," ujar Ega.

Toxic positivity terjadi ketika ada penyangkalan diri secara berlebihan, terus-menerus, dan ditambah ada supresi (menahan perasaan tidak nyaman).

Pada akhirnya kondisi ini bisa menjadi bom waktu. Apabila meledak, akan muncul perasaan tidak terkendali.

Contohnya mood yang tidak menentu, merasa tidak nyaman terus-menerus dengan diri atau orang lain, gejala sakit fisik, dan sebagainya.

Namun demikian, ujaran semangat saat merasa terpuruk dan berpikir positif bisa langsung dilabeli toxic positivity.


"Toxic di sini lebih dari kondisi itu semua. Sebaiknya tidak langsung memberikan label toxic pada hal-hal yang tidak sesuai dengan diri," tambah Ega.

Terlalu cepat memberi label toxic justru membuat seseorang terperangkap dalam lingkaran tidak mau menjadi positif.

Malah mungkin label itu dijadikan pembenaran terhadap emosi atau pikiran negatif. Hal ini yang salah dan dapat terjadi mispersepsi terhadap kalimat positif.

Tidak masalah untuk mengakui emosi negatif dan merasa terpuruk, tetapi perlu juga untuk kemudian mengakui kekuatan dalam diri sendiri.

Di sinilah pikiran positif diperlukan untuk membuat diri sendiri merasa lebih baik.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/28/094648520/membedakan-antara-toxic-positivity-dan-berpikiran-positif

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com