Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Orangtua Sering Membentak Anak, Ini 6 Dampak Buruknya

Namun, kita masih sering menemukan orangtua membentak anak pada situasi tertentu, misalnya ketika menegur atau anak melakukan sesuatu yang dianggap kesalahan.

Instruktur psikiatri dari Harvard Medical School dan penulis Outsmarting Anger: 7 Steps for Defusing our Most Dangerous Emotion, Joseph Shrand, MD, mengatakan bahwa berteriak atau membentak adalah respons alami seseorang ketika marah.

Tidak ada yang salah dengan marah. Namun, apa yang dilakukan ketika kita marah adalah hal yang penting untuk diperhatikan.

Pada orangtua, kemarahan bisa menjadi ungkapan bahwa mereka ingin ada perilaku buruk anaknya yang berubah.

Namun, pahamilah bahwa mengubah perilaku memerlukan lebih banyak usaha daripada sekadar marah atau membentak. Perubahan perilaku memerlukan aksi.

Ditambah lagi, kebiasaan membentak anak ternyata bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembangnya. Melansir Parents, berikut sejumlah dampak yang terjadi pada anak jika orangtua suka membentak:

1. Anak tidak bisa belajar

Psikolog klinis dan penulis Peaceful Parent, Happy Kids: How to Stop Yelling and Start Connecting, Laura Markham, PhD mengatakan, membentak adalah cara melepaskan rasa marah dan itu bukanlah cara yang efektif untuk mengubah perilaku.

Ketika dibentak, anak akan takut dan berada pada mode "fight or flight". Pada situasi tersebut, pusat pembelajaran di otak anak akan mati.

Fight or flight adalah respons psikologis yang terjadi ketika otak kita mendeteksi ancaman. Tentu saja, pada posisi tersebut, anak akan sulit untuk belajar karena otak mereka mendeteksi orang yang membentak mereka sebagai ancaman.

Kemudian, otak akan secara efektif mematikan bagian lain pada otak yang tidak didedikasikan untuk perlindungan dan pertahanan diri.

"Komunikasi yang tenang justru dapat membantu anak merasa aman dan membuat mereka lebih mampu menerima pembelajaran yang kita berikan," kata Markham.

2. Anak merasa tak dihargai

Kebanyakan dari kita, dihargai oleh orang lain menjadi cara bagaimana kita menilai harga diri kita dan memnentukan apakah diri kita penting bagi dunia sekitar atau tidak.

Ketika kita dibentak atau dimarahi, kita akan memandang diri kita tidak memadai, tidak mampu, dan dipertanyakan kemampuannya. Hal ini juga terjadi pada anak.

"Membentak adalah salah satu cara paling cepat untuk membuat seseorang merasa tidak dihargai," ujar Shrand.

Markham berpendapat serupa. Padahal, kata dia, anak-anak seharusnya dapat merasa dirinya dihargai dan tidak merasa kita sebagai musuh.

3. Memicu kecemasan, depresi, dan kepercayaan diri rendah

Sejumlah penelitian menemukan bahwa anak-anak yang dibentak orangtuanya lebih rentan mengalami kecemasan dan tingkat depresinya juga meningkat.

Menurut Markham, perasaan kecemasan didapatkan anak dari orangtuanya. Bagaimana ayah atau ibunya bereaksi terhadap kesalahan yang mereka buat dapat merangsang kecemasan anak. Membentak tentu saja bukanlah pengalaman yang menenangkan buat anak.

Tak hanya itu, psikolog klinis sekaligus penulis There When He Needs You: How to Be an Available, Involved, and Emotionally Connected Father to Your Son, Neil Bernstein, PhD mengatakan, kenegatifan adalah "bahan bakar" untuk kecemasan dan depresi. Pada anak, bentakan orangtua bisa menciptakan ledakan kenegatifan yang akan bertahan lama.

4. Merusak ikatan dengan anak

Kebiasaan membentak akan merusak hubungan baik antara orangtua dan anak. Bentakan tidak akan menumbuhkan empati dan membuat anak merasa orangtuanya tidak berada dalam tim yang sama dengannya.

Sering kali, anak-anak meninggalkan interaksi ketika dibentak karena merasa defensif dan tidak terhubung dengan orantuanya. Mereka menjadi tidak terbuka untuk perubahan, tidak reseptif, dan sulit terhubung secara lebih mendalam dengan orangtuanya.

"Selama 40 tahun saya menjadi psikolog, saya sudah melihat ribuan anak dan tidak ada satu pun yang mengatakan pada saya bahwa mereka merasa lebih dekat dengan orangtuanya setelah dimarahi," kata Bernstein.

5. Membahayakan anak

Berbagai studi telah mengilustrasikan bagaimana membentak anak dapat membahayakan mereka.

Salah satu studi menyebutkan bahwa meneriaki atau membentak anak adalah salah satu ukuran untuk cara mendisiplinkan yang keras dan menyimpulkan bahwa anak-anak yang didisiplinkan dengan cara ini cenderung memiliki prestasi sekolah yang buruk dan masalah perilaku.

Studi lain menunjukkan bahwa membentak memberikan efek yang sama pada anak, sama seperti hukuman fisik.

Studi lainnya bahkan menyimpulkan bahwa pelecehan verbal dan sering dibentak dapat mengubah cara otak anak berkembang.

Orangtua yang mudah membentak ketika merasa kesal akan mengajari anak bagaimana mereka merespons situasi frustrasi kelak.

Dengan kata lain, seseorang yang sering membentak anak akan membesarkan anak yang juga akan suka membentak.

Shrand menjelaskan, sebagian, ini terjadi karena ketika kita membentak anak, kita akan mengaktifkan "neuron cermin" anak atau bagian otak yang menirukan perilaku orang lain. Itulah mengapa anak yang sering dibentak cenderung akan merespons dengan cara yang sama ketika menghadapi situasi serupa.

"Kemarahan akan menimbulkan kemarahan lain. Membentak anak akan membuat mereka ingin membalas kita," ucapnya.

Yang harus dilakukan ketika marah

Lagi-lagi, marah adalah respons yang wajar. Namun, apa yang kita lakukan ketika marah sangatlah penting untuk diperhatikan.

Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk meredakan rasa marah adalah dengan mengenalinya.

Shrand menjelaskan, ketika kita menenali rasa marah, kita akan mengaktifkan korteks prefrontal dan mengganggu emosi kita yang membuncah.

Ini semua, kata Shrand, adalah bagaimana kita mampu mengubah mode perasaan ke mode berpikir.

Alih-alih langsung bereaksi membentak, ada beberapa respons yang disarankan oleh para pakar, yakni:

  • Mengambil napas dalam.
  • Menghitung mundur.
  • Lari di tempat.
  • Berusaha sesedikit mungkin bicara hingga pikiran sudah tenang.
  • Pikirkan sesuatu yang positif yang dapat mengalihkan dari membentak anak. Misalnya, "anak saya butuh bantuan saya saat ini."
  • Memaksakan senyum atau tawa sekalipun dapat mengirimkan pesan pada otak bahwa situasi itu bukanlah situasi darurat.

Setelah berhasil menenangkan diri, kita sudah siap untuk meredakan situasi, bukan justru memperparahnya.

Tidak langsung membentak ketika merespons amarah memang memerlukan usaha dan kebanyakan orang perlu waktu untuk membiasakan diri dengan respons ini.

Namun, menurut Markham, jauh lebih mudah untuk tidak membentak ketika orangtua sebetulnya memiliki hubungan yang kuat dengan anak.

Jadi, mulailah dengan menjalin ikatan yang baik dengan anak pada situasi lainnya.

Pada akhirnya, menikmati dan mengapresiasi kehadiran anak akan membuat pengasuhan anak menjadi lebih memuaskan bagi orangtua.

Apresiasi kehadiran mereka sebagai diri mereka apa adanya, bukan justru memarahi mereka karena mereka tidak seperti anak lain yang bukan dirinya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/10/093552520/orangtua-sering-membentak-anak-ini-6-dampak-buruknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke