Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Remaja di Indonesia Alami Tiga Masalah Gizi, Apa Saja?

Maka tak heran, sering kali remaja yang mengalami masalah gizi — baik karena kekurangan atau kelebihan — tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Ahli gizi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dr Rina Agustina, MD, PhD mengatakan, saat ini remaja di Indonesia dihadapkan pada tiga masalah gizi.

"Tiga masalah gizi yang dialami remaja di Indonesia adalah kekurangan gizi (stunting), kekurangan gizi mikro yang menyebabkan anemia, dan kelebihan berat badan (obesitas)," ungkap dia.

Berbicara dalam webinar, Jumat (30/7/2021) kemarin, Rina menyebut, ada banyak faktor yang menyebabkan tiga masalah gizi tersebut.

Ada pun pemicunya antara lain adalah gaya hidup yang tidak sehat, kesenjangan sosial dan pendidikan, hingga masalah kesehatan mental.

Namun, masalah gizi ini tetap dapat diintervensi dengan mengubah gaya hidup yang lebih sehat, dan edukasi mengenai pentingnya kecukupan nutrisi di masa remaja.

"Dalam sebuah penelitian yang saya lakukan, saya juga menemukan bahwa banyak remaja yang mengonsumsi buah dan sayur namun tetap mengonsumsi makanan cepat saji berlebihan," ungkap Rina.

"Jadi peran orangtua juga sangat penting untuk mengedukasi anak remaja terkait makanan yang sehat dan seimbang, serta banyak melakukan aktivitas fisik," lanjut dia.

Sementara itu, masalah anemia pada remaja di Indonesia terbilang tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen. Artinya, 3-4 dari 10 remaja menderita anemia.

Gangguan anemia ini tentu saja dapat menghambat para remaja dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, terutama dalam proses belajar.

Apalagi, di masa pandemi ini, pemberian tablet tambah darah (TTD) tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Kondisi ini terjadi karena keterbatasan untuk bertemu tatap muka dengan para guru di sekolah.

"Selama masa pandemi ini, memang program pemberian TTD pada remaja memang agak sulit dilakukan karena proses belajar semua beralih ke rumah," kata ahli gizi di Unicef Indonesia, Airin Roshita.

"Tetapi kami terus mengadvokasi Pemerintah Daerah untuk mewajibkan program TTD di rumah," imbuh dia.

Selain itu, Airin mengaku pihaknya juga meminta para guru mengontrol pengonsumsian tablet dan menerapkan jadwal rutin minum TTD.

"Kami pun melibatkan anak remaja itu sendiri untuk memanfaatkan media sosial mereka guna mengedukasi pentingnya minum TTD dalam upaya pencegahan anemia," tegas dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/31/133904720/remaja-di-indonesia-alami-tiga-masalah-gizi-apa-saja

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com