Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Populer di Dunia Kencan, Apa itu Ghosting?

Meskipun, ghosting sebetulnya tidak terbatas pada hubungan asmara saja. Relasi lainnya seperti kencan informal, keluarga, pertemanan, bahkan pekerjaan juga bisa berakhir dalam bentuk ghosting.

Apa itu ghosting?

Melansir Verywell Mind, ghosting adalah istilah kencan sehari-hari yang mengacu pada pemutusan kontak secara tiba-tiba dengan seseorang tanpa memberi penjelasan apapun pada orang yang bersangkutan.

Sekalipun orang yang di-ghosting kembali mengontak atau mendekat, pelaku ghosting sering kali menyambutnya dengan keheningan.

Seperti istilahnya, pelaku ghosting "menghilang" seolah mereka adalah hantu (ghost).

Alasannya bisa jadi karena tidak merasakan percikan romantis, terlalu sibuk untuk berkomitmen, atau sekadar tidak siap.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan ghosting. Menurut Healthline, di antaranya adalah:

  • Rasa takut

Di dalam diri manusia sering kali tertanam ketakutan akan akan hal-hal yang tidak diketahui.

Seseorang mungkin memutuskan untuk melakukan ghosting untuk mengakhiri relasi karena takut mengenal seseorang yang baru atau takut akan reaksi mereka saat memutuskan relasi tersebut.

  • Menghindari konflik

Secara alami, terganggunya hubungan sosial dalam bentuk apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.

Akibatnya, seseorang mungkin merasa lebih nyaman dengan tidak pernah bertemu seseorang lagi daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang mungkin didapatkannya selama memutuskan relasi asmara dengan.

  • Kurangnya konsekuensi

Dalam konteks relasi asmara bersama orang baru, alasan mengapa seseorang melakukan ghosting juga bisa karena kurangnya konsekuensi.

Jika baru bertemu seseorang, kita mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena mungkin tidak punya teman satu lingkungan atau memiliki banyak kesamaan.

Sehingga, orang-orang tersebut berpikir, mungkin tidak akan menjadi masalah besar jika mereka pergi begitu saja.

  • Merawat diri

Jika suatu hubungan memiliki efek negatif pada kualitas hidup seseorang, memutuskan kontak terkadang juga bisa jadi merupakan cara untuk mencari kesejahteraan diri sendiri tanpa merasakan dampak putus cinta atau perpisahan.

Ghosting berkaitan dengan gaya keterikatan penghindaran, yaitu kecenderungan untuk menghindari kedekatan emosional dalam hubungan.

"Orang-orang yang tidak suka memiliki kedekatan emosional lebih cenderung menjadi pelaku ghosting," kata Associate professor psikologi dari Winthrop University, Tara Collins, seperti dilansir Live Science.

Namun, ada banyak faktor dan ciri kepribadian yang membuat seseorang lebih mungkin menjadi pelaku ghosting.

Dalam sebuah studi di 2018, para peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok.

Pertama, orang-orang yang memiliki pola pikir tetap tentang masa depan, percaya pada takdir, dan berpikir bahwa suatu hubungan sudah ditakdirkan akan terjadi atau tidak.

Sementara kelompok kedua adalah orang-orang yang memiliki pola pikir berkembang dan meyakini bahwa sebuah hubungan butuh usaha untuk tumbuh.

Orang-orang di kelompok pertama atau yang meemiliki keyakinan lebih besar akan takdir ternyata 60 persen lebih mungkin melakukan ghosting dibandingkan orang dengan kepribadian lainnya.

Mereka cenderung memandang perilaku ghosting sebagai cara yang dapat diterima untuk menghakhiri suatu hubungan.

Ghosting bisa berdampak pada psikologi seseorang yang di-ghosting.

Pelatih kencan dari Los Angeles, Bree Jenkins, LMFT menjelaskan, korban ghosting bisa merasakan kehilangan atau kesedihan tiba-tiba, terutama jika baru pertama kali mengalami sebagai korban ghosting.

"Kita akan terkejut, menyangkal, dan memikirkan hal-hal seperti "mungkin mereka cuma tidak baca chat saja", tapi kemudian kita merasa marah," ujarnya kepada Verywell Mind.

Kemudian, perasaan stres dan depresi akibat ghosting bisa berdampak pada tingkat kepercayaan diri seseorang ketika mereka memeriksa kembali hubungan dan percakapan terakhir bersama orang yang melakukan ghosting tersebut.

Meskipun tidak banyak penelitian tentang ghosting, namun para psikolog telah lama meneliti masalah serupa, yakni pengucilan atau penolakan sosial melalui perlakuan diam (silent treatment).

Pengasingan dapat berdampak negatif pada pihak yang ditolak. Penelitian menunjukkan bahwa penolakan dapat memicu jalur yang sama di otak, seperti ketika menerima rasa sakit fisik.

Itulah mengapa, sejumlah penelitian menemukan bahwa ghosting adalah cara paling menyakitkan untuk mengakhiri suatu hubungan dibandingkan dikonfrontasi secara langsung.

Bahkan, sekalipun kita tidak terlalu mengenal si pelaku ghosting dengan baik, kita mungkin akan tetap merasakan kehilangan yang berat.

Sedangkan jika kita cukup dekat dengan mereka, respons yang disebabkan akan lebih besar atau emosional.

Beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai cara move on setelah jadi korban ghosting antara lain:

  • Menetapkan batasan

Pastikan setelah itu kita memiliki batasan, apakah kita memang ingin kencan dan mencari teman kencan? Ingin pasangan yang rajin mengecek keadaan kita?

Tetapkan batasan ini ketika nanti kembali bertemu orang baru. Kejujuran dan transparansi dapat membantu kita dan orang tersebut memiliki batasan yang jelas ketika membina relasi.

  • Beri batas waktu

Ketika seseorang yang sedang dekat dengan kita tiba-tiba menghilang, berilah batas waktu. Misalnya, kita merasa lelah setelah tidak mendengar kabar mereka selama beberapa minggu atau sebulan, maka berilah mereka ultimatum.

Misalnya, kirim mereka pesan yang meminta mereka untuk menelepon atau memberi kabar.

Jika pesan tersebut tak dibalas, maka anggaplah hubungan itu sudah berakhir. Meski cara ini terdengar kasar, namun akan lebih mudah untuk mengakhiri hubungan atau memulihkan perasaan.

  • Jangan menyalahkan diri

Ketika menjadi korban ghosting, tak perlu menyalahkan diri kita. Kita tidak punya bukti atau alasan yang cukup untuk menyimpulkan mengapa orang lain meninggalkan kita.

Jadi, jangan merendahkan diri sendiri karena akan menyebabkan luka emosional yang lebih parah.

  • Jangan lari ke zat terlarang

Ketika menghadapi masalah, hindari lari ke zat terlarang. "Pemulihan" itu hanya bersifat sementara dan mungkin malah menyulitkan kita di kemudian hari.

  • Habiskan waktu bersama teman dan keluarga

Carilah teman atau keluarga tercinta dan habiskan waktu bersama mereka. Memiliki hubungan postifi dan sehat bisa membuat kita memandang situasi ghosting dengan perspektif yang baik.

  • Cari bantuan profesional

Jika memiliki perasaan yang kompleks dan kesulitan menghadapinya sendiri, jangan ragu untuk menghubungi terapis atau konselor yang dapat membantu kita menemukan solusi dan memastikan kita lebih kuat dari sebelumnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/09/20/105427620/populer-di-dunia-kencan-apa-itu-ghosting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke