Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengupas Tindakan Bunuh Diri, Risiko Terbesar Penderita Depresi

KOMPAS.com - Kasus Novia Widyasari yang bunuh diri setelah depresi akibat diperkosa dan dipaksa aborsi menghebohkan media sosial belakangan ini.

Tragedi itu langsung menyedot perhatian publik, khususnya terkait isu kesehatan mental.

Kesadaran soal risiko bunuh diri pada penderita depresi di Indonesia memang masih rendah dan belum banyak dibahas.

Via akun Twitter-nya, dokter spesialis kedokteran jiwa, dr. Andri mengatakan bunuh diri adalah risiko terbesar dari depresi karena mengancam nyawa penderitanya.

"Tidak semua orang yang mengalami depresi bisa punya pikiran bunuh diri atau punya perilaku untuk melakukannya," tulis dia, seperti dikutip dari akun @mbahndi.

Depresi biasanya diawali dengan sejumlah gejala utama seperti mood yang sedih, rasa putus asa atau kehilangan harapan, serta ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas seperti biasanya.

Gejala ini biasanya dialami selama setidaknya dua minggu berturut-turut.

Penderita depresi juga akan merasakan kesulitan berkonsentrasi, gangguan tidur dan gangguan makan.

Selain itu, muncul gejala fisik lainnya yang tidak jelas sumbernya serta perasaan mudah tersinggung.

"Pada beberapa kondisi berat, pikiran bunuh diri mulai datang bahkan melakukan upaya bunuh diri tersebut," kata pakar yang aktif membagikan edukasi di media sosial ini.

Berdasarkan pengalamannya dan penelitian selama ini, dokter Andri mengatakan depresi tidak timbul secara tiba-tiba.

Gejalanya diawali dari rasa tertekan yang berlangsung lama, perasaan burn out karena pekerjaan atau kesulitan beradaptasi dengan lingkungan.

Jika daya adaptasinya kurang dan tekanan terus dirasakan, gejala depresi itu bisa mulai muncul.

Dokter Andri menyarankan untuk segera meminta bantuan ke psikolog atau psikiater apabila sudah mengalami gejala yang menganggu kualitas hidup.

"Jika kondisi berat, jangan ragu jika dokter memberikan obat antidepresan, ini membantu," tegas dia.

Ia menguraikan, pengobatan depresi dengan antidepresan memang menjadi jalan satu-satunya.

Namun, obat bisa membantu menstabilkan neurotransmitter atau zat kimia di otak yang tidak seimbang karena depresi.

Selain itu, perlu penanganan lain seperti psikoterapi dan perubahan gaya hidup untuk mencegah kekambuhan dan memperbaiki kualitas hidup.

Ia meyakinkan, depresi bisa disembuhkan meskipun dalam beberapa kasus membutuhkan obat antidepresan jangka panjang.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/06/164938520/mengupas-tindakan-bunuh-diri-risiko-terbesar-penderita-depresi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke