Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

9 Pertanda Gangguan Eco Anxiety, Kenali Gejalanya

Cuaca ekstrem, bencana alam dan berbagai efek buruknya memicu kesadaran kita soal kerusakan iklim yang terjadi.

Pemahaman ini juga berpengaruh buruk pada kesehatan mental yang mengakibatkan kecemasan akut.

Pada 2020 lalu, American Psychiatric Association menemukan lebih dari dua pertiga orang Amerika (67 persen) agak atau sangat cemas tentang dampak perubahan iklim di bumi.

Sementara lebih dari setengah (55 [persen) agak atau sangat cemas tentang bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kesehatan mentalnya.

Eco-anxiety belum dikategorikan sebagai gangguan klinis namun APA mendefinisikannya sebagai ketakutan kronis akan malapetaka lingkungan.

Gangguan ini sama buruknya dengan jenis kecemasan lain karena dapat memicu sensasi fisik dan emosional yang sama.

“Exo-anciety bahkan lebih nyata, dalam arti tertentu, karena masalah yang memicu gejala kecemasan secara objektif nyata dan berskala besar.”

Demikian kata Erica Dodds, chief operating officer dari Foundation for Climate Restoration, dikutip dari HuffPost.

“Dulu ada jarak yang lebih jauh antara satu orang dan dunia, tetapi sekarang rasanya setiap masalah di dunia ada di ruang keluarga kita bersama kita.”

Gejala eco-anxiety

Eco-anxiety dapat dialami oleh semua orang namun tingkatannya berbeda-beda.

Gangguan kesehatan mental ini bisa disebabkan kesadaran yang semakin tinggi soal kerusakan alam maupun pengalaman buruk yang dialami sendiri.

"Beberapa orang mungkin proaktif dalam mengambil tindakan untuk melindungi sumber daya planet ini."

"Sementara yang lain mungkin merasa sangat tidak berdaya untuk menghentikan degradasi lingkungan sehingga mereka tidak dapat menanganinya sama sekali,” kata Dodds.

Ada sejumlah gejala yang menandakan kita mengalami eco-anxiety alias kecemasan lingkungan antara lain:

  • Sering mengalami kecemasan antisipatif

Kecemasan antisipatif berkaitan dengan kekhawatiran soal masa depan dan sebenarnya adalah hal yang normal.

Namun penderita eco-anxiety akan merasakannya pada level yang ekstrem dan khawatir dengn berbagai gejala alami.

“Ketika kita tidak merasa aman, kita secara alami memindai lingkungan kita untuk mendeteksi tanda-tanda ancaman,” Carla Marie Manly, seorang psikolog klinis yang berbasis di California.

  • Sering merasa bersalah

Rasa bersalah biasanya muncul setelah menyadari gaya hidup kita berdampak buruk pada lingkungan.

Termasuk kebiasaan menggunakan produk berbahan plastik, memproduksi sampah dan perilaku lainnya.

Otak dirancang untuk mengingat pengalaman negatif daripada positif sehingga kita cenderung mengenang perilaku buruk tersebut.

  • Terobsesi pada informasi soal lingkungan

Pikiran obsesif yang terlalu fokus mencari segala informasi berkaitan dengan lingkungan bisa menjadi gejala kecemasan ini.

Perilaku ini menjadi tindakan kompulsif yang dipicu kurangnya keamanan dan kontrol internal.

Kita tak bisa berhenti menyimak berbagai berita soal kerusakan iklim baik dari media massa, media sosial maupun laporan terkini untuk memastikan kondisi saat ini.

  • Kebencian pada perilaku orang yang merusak lingkungan

Isu global warming memerlukan tindakan kolektif dari semua orang untuk melakukan perbaikan.

Wajar jika kita kesal dengan orang lain yang masih terus melakukan kebiasaan yang tak ramah lingkungan seperti menggunakan plastik atau popok sekali pakai.

Namun kebenciaan mendalam sangat tidak disarankan karena bisa menguras tenaga dan berkontribusi pada pola pikir negatif.

  • Merasa kewalahan

Gangguan eco-anxiety memicu kita melakukan perubahan ekstrem untuk perilaku yang lebih ramah lingkungan.

Padahal ini bisa membuat kita kewalahan dan kelelahan sehingga merugikan diri sendiri.

Lakukan perubahan dengan hal kecil seperti membawa tas belanja sendiri atau menggunakan produk daur ulang.

Bukannya langsung ikut kampanye anti pemanasan global atau tindakan ekstrem lainnya.

  • Fobia terhadap cuaca esktrem

"Sejumlah peristiwa baru-baru ini, termasuk kebakaran hutan dan banjir, telah melampaui skala yang kami alami sebelumnya dan mengaburkan batas antara ketakutan dan fobia," kata Tyson Lippe, psikiater yang berpraktik di Austin, Texas.

Ketakutan berlebihan akan cuaca esktrem dan dampaknya merupakan gejala jelas soal eco-anxiety.

Perasaan tersebut hanya akan membuat kita merasa tidak berdaya dan tidak mampu melakukan apapun.

  • Putus asa soal bagaimana perubahan iklim mempengaruhi satwa liar

Perubahan iklim menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan di media massa maupun media sosial.

Tak jarang, ini juga mendatangkan informasi yang memicu kesedihan dan rasa putus asa.

Misalnya saja unggahan potret hewan liar eksotis disertai dengan data populasinya yang terancam punah.

Perasan bersedih, merasa bersalah atau khawatir berlebihan ketika mengetahui informasi tersebuta dalah pertanda kita mengalami eco-anxiety.

  • Sulit merencanakan masa depan

Perasaan bahwa masa depan sekarang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat diprediksi menandakan eco-anxiety berlebihan.

“Perasaan ini dapat membuat mereka merasa mati rasa dan putus asa,” Aimee Daramus, seorang psikolog klinis berlisensi yang berbasis di Chicago.

Kita akan mulai mengajukan pertanyaan soal arti memiliki keluarga, karier dan nilai kehidupan. Kita juga semakin sering mempertanyakan apakah hidup akan semakin sulit.

  • Gejala fisik

Eco anxiety, sama seperti jenis kecemasan lainnya, dapat memicu gejala fisik. Misalnya saja insomnia, serangan panik, masalah pencernaan, dan kurang fokus.

Kadang-kadang gejala ini dapat disebabkan oleh stresor akut dan dapat hilang dengan sendirinya.

Namun bisa saja gejala ini tergolong serius sehingga perlu penanganan dari profesional.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/22/180000420/9-pertanda-gangguan-eco-anxiety-kenali-gejalanya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com