Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sembuh dari Covid-19, Tak Boleh Langsung Berlari, Kenapa?

Maka, meski telah dinyatakan negatif dari Covid-19, penyintas virus tersebut bisa merasakan gejala lanjutan atau juga disebut long covid, seperti sesak napas, kekurangan stamina dan kelelahan.

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko long covid, mulai dari menerapkan diet sehat hingga berolahraga.

Namun studi terbaru menemukan, penyintas Covid-19 yang baru pulih sebaiknya tidak langsung berolahraga karena dapat meningkatkan risiko cedera.

Pada studi yang dimuat dalam jurnal Sports Health, para peneliti melakukan survei pada pelari antara bulan Juli-September 2020.

Peserta diberi dua pertanyaan utama, yakni apakah mereka pernah terinfeksi Covid-19 dan apakah mereka mengalami luka parah sehingga melewatkan aktivitas berlari setidaknya selama seminggu.

Seluruh responden berusia 18 tahun ke atas dan pernah mengikuti perlombaan lari minimal satu kali di tahun 2019. Sebanyak 56,5 persen peserta adalah wanita.

Dari hampir 2.000 peserta, sebanyak 6,3 persen mengatakan pernah terinfeksi Covid-19.

Antara bulan Maret hingga September 2020, sekitar 30,9 persen pelari yang merupakan penyintas Covid-19 mengalami cedera dibandingkan 21,3 persen pelari yang bebas dari infeksi virus tersebut.

Dari hasil itu disimpulkan, pelari yang pernah terinfeksi Covid-19 berisiko mengalami cedera 1,66 kali lipat lebih besar daripada pelari yang tidak terpapar virus corona.


Lonjakan cedera

Penulis studi mencatat, data yang ada terkait infeksi dan cedera akibat Covid-19 dilaporkan sendiri oleh para peserta.

Peneliti tidak mengukur kapan infeksi Covid-19 dan cedera dialami peserta, sehingga mereka tidak dapat mengetahui penyebab pasti hal ini.

Namun, penulis studi, Brett Toresdahl dikejutkan oleh temuan studi tersebut.

"Saya tidak kaget jika ada perbedaan dalam tingkat cedera antara pelari yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi."

Demikian kata Toresdahl yang bekerja di rumah sakit bedah khusus di New York, AS itu.

"Tetapi saya tidak mengira perbedaan itu akan menjadi besar seperti yang kami temukan."

Mengapa pelari yang terkena Covid-19 lebih rentan mengalami cedera?

"Jika seseorang dinyatakan sehat (tidak terpapar Covid-19), beberapa minggu libur latihan tidak menimbulkan banyak perubahan kondisi bagi sebagian besar pelari," kata Toresdahl.

"Namun, infeksi dapat menyebabkan penurunan kekuatan dan kebugaran lebih signifikan."

"Covid-19 dapat memicu lebih banyak efek sistemik daripada flu biasa, yang mungkin menjelaskan temuan kami dalam studi ini."

Dalam penelitian tersebut, sekitar 41,4 persen peserta yang terkena Covid-19 melaporkan gejala sedang hingga parah.

"Para pelari ini kemungkinan libur beberapa hari atau minggu dari aktivitas olahraga karena gejala Covid-19 yang dialami," sebut dokter terapis fisik Andrea Myers.

"Tergantung berapa lama mereka berhenti berolahraga, mereka mungkin kehilangan kekuatan, maksimum VO2 (VO2 max), dan atau massa tubuh tanpa lemak."

Seperti diterangkan Myers, pelari dengan Covid-19 yang parah bisa dianggap seperti pasien rumah sakit yang harus beristirahat total.

Banyak studi terdahulu yang memerlihatkan penurunan cepat dan signifikan dalam kebugaran kardiovaskular dan otot akibat beristirahat total (bed rest).

Dalam sebuah studi, VO2 max --indikator untuk mengukur kebugaran aerobik-- individu menurun 17 persen setelah beristirahat total selama 10 hari.

Sejumlah studi lain menunjukkan, istirahat total memicu penurunan VO2 max yang lebih signifikan pada individu dengan tingkat kebugaran yang lebih baik dibandingkan mereka yang kurang bugar.


Berolahraga secara bertahap

Menurut Toresdahl dan Myers, wajar apabila pelari yang kembali berolahraga usai terpapar Covid-19 lebih rentan terhadap cedera.

Penyintas Covid-19 yang berlari setelah dinyatakan sembuh dari virus belum dalam kondisi yang prima.

Kesulitan yang mereka alami selama terinfeksi virus akan menjadi motivasi untuk melakukan latihan yang lebih keras, sehingga risiko cedera semakin meningkat.

Dari temuan studi Toresdahl beserta tim, tidak ada perbedaan mencolok dalam jenis cedera antara pelari yang pernah terinfeksi Covid-19 dan yang tidak.

Temuan itu menunjukkan, faktor utama yang membuat penyintas Covid-19 lebih rentan mengalami cedera adalah penurunan kekuatan aerobik, otot, dan kerangka.

Toresdahl dan Myers juga sepakat, pelari yang pernah terinfeksi virus corona dianjurkan untuk kembali berlari secara bertahap.

Sebuah infografis yang diterbitkan dalam British Journal of Sports Medicine merekomendasikan agar penyintas Covid-19 tidak melanjutkan segala bentuk latihan sampai bebas gejala selama tujuh hari.

Infografis tersebut juga menyarankan untuk melakukan joging ringan tidak lebih dari 15 menit selama satu minggu sebelum meningkatkan durasi dan intensitas latihan.

Tunggu setidaknya dua setengah minggu sejak kita pertama kali merasakan gejala Covid-19, barulah kita dapat kembali berlari seperti biasa.

"Saya sarankan untuk memulai dengan aktivitas intensitas rendah kemudian berlanjut ke rutinitas berjalan atau joging, lalu berlari ringan," kata Myers.

"Itu wajar untuk mengalami hambatan menuju proses pemulihan. Pemulihan jarang terjadi secara linier, dan kemunduran adalah hal yang umum."

"Cedera terjadi ketika kita memberikan terlalu banyak tekanan pada diri kita dan mengabaikan sinyal yang ditunjukkan tubuh kepada kita," imbuh dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/02/21/063000520/sembuh-dari-covid-19-tak-boleh-langsung-berlari-kenapa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke