Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Interaksi Daring dan Kesehatan Mental

Oleh: Retha Arjadi

PENULARAN virus Covid-19 melalui droplet yang dapat terjadi melalui kontak langsung telah membawa konsekuensi berupa pembatasan interaksi sosial di berbagai negara selama pandemi Covid-19.

Interaksi sosial yang biasanya dilakukan secara luar jaringan (luring) menjadi sangat terbatas, dan digantikan oleh interaksi yang bersifat dalam jaringan (daring).

Di awal masa pandemi Covid-19, penyesuaian bentuk interaksi menjadi daring perlu dilakukan oleh banyak pihak dalam berbagai konteks, mulai dari pekerjaan, pendidikan, kesehatan, hingga pergaulan. Beragam reaksi bermunculan, ada yang mudah untuk menyesuaikan diri, ada juga yang lebih sulit untuk menyesuaikan diri.

Saat ini, setelah dua tahun pandemi berjalan, pembatasan sosial semakin longgar, menyusul meningkatnya angka penduduk yang divaksin dan terkontrolnya jumlah kasus Covid-19. Ini dapat terlihat dari kembali dilakukannya praktik work from office, sekolah tatap muka, dan berbagai aktivitas luring lainnya.

Kendati demikian, praktik interaksi daring tidak serta merta ditinggalkan. Dari pembiasaan yang terjadi sejak pandemi Covid-19 berlangsung, banyak orang seakan menemukan ramuan baru untuk berinteraksi, yang memadukan interaksi luring serta daring.

Beragam diskusi menarik bermunculan menanggapi hal ini, salah satunya diskusi mengenai dampak interaksi daring terhadap kesehatan mental, yang seringkali disebut mungkin berdampak negatif, terkait kelemahan interaksi daring yang datang dengan keterbatasan dalam menampilkan klu-klu non-verbal.

Sebuah artikel penelitian yang dipublikasikan tahun 2021 di jurnal Scientific Reports, berjudul “Having more virtual interaction partners during Covid-19 physical distancing measures may benefit mental health” karangan Razia Sahi dan rekan-rekannya dari University of California, melaporkan bahwa kesehatan mental seseorang berbanding lurus dengan jumlah lawan bicara interaksi daring yang ia miliki.

Lebih lanjut, hal ini masuk akal karena jumlah lawan bicara yang semakin banyak akan memunculkan persepsi dukungan sosial yang tinggi, sehingga membuat seseorang tidak merasa kesepian, dan ini berkontribusi pada kesehatan mental serta kesejahteraan psikologisnya.

Dengan demikian, hasil penelitian ini menegaskan bahwa, terlepas dari kelemahannya, interaksi daring tetap dapat berperan dalam menjaga kesehatan mental orang yang menjalaninya, selama jumlah lawan bicaranya memadai untuk dipersepsikan sebagai dukungan sosial yang cukup.

Temuan ini mungkin melegakan untuk banyak orang, mengingat pergeseran cara interaksi dari interaksi luring menjadi daring atau kombinasi luring-daring rasanya bukan hal yang dapat dihindari di era perkembangan teknologi informasi yang pesat seperti sekarang ini.

Apalagi, tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi daring juga memiliki keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan interaksi luring.

Keunggulan yang sering disebut-sebut misalnya fleksbilitas dalam hal waktu dan juga lokasi. Tidak lupa, fakta bahwa banyak orang di seluruh dunia telah terbiasa melakukan interaksi daring juga dapat membuka kesempatan interaksi yang tidak terbatas pada jarak, bahkan jarak antar negara.

Terlebih, interaksi daring untuk jarak jauh dapat dilakukan dengan biaya yang jauh lebih terjangkau jika dibandingkan dengan interaksi luring yang minimal mengharuskan adanya biaya transportasi.

Saat memasuki masa pandemi Covid-19 di tahun 2020, situasi mengharuskan banyak orang beradaptasi dengan perubahan bentuk interaksi dari luring menjadi daring untuk menghindari penularan virus Covid-19.

Namun, semakin terkendalinya penyebaran virus Covid-19 saat ini tidak serta merta akan mengembalikan bentuk interaksi menjadi seperti semula, karena telah banyak pula tatanan kehidupan yang disesuaikan mengikuti gaya interaksi daring.

Oleh karena itu, mempertahankan gaya interaksi daring pada konteks-konteks yang sesuai dan mengombinasikannya dengan gaya interaksi luring rasanya merupakan hal yang masuk akal untuk dilakukan untuk saat ini dan seterusnya.

Selain itu, dengan berbekal pemahaman bahwa interaksi daring yang memadai tetap dapat berkontribusi baik untuk pemeliharaan kesehatan mental, maka semakin menambah alasan untuk tetap mempertahankan opsi interaksi daring, bahkan setelah pandemi Covid-19 berakhir nantinya.

Dr. Retha Arjadi, M.Psi, Psikolog Klinis

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/04/07/183830620/interaksi-daring-dan-kesehatan-mental

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke