Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pentingnya Mengontrol Ekspektasi Diri

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Manusia pasti memiliki ekspektasi yang harus dipenuhi. Terkadang, hal itu yang memotivasi kita untuk bekerja keras. Sayangnya, ketika harapan yang tinggi itu tak tercapai, harga diri kita jadi terluka hingga mengurung kita ke dalam pemikiran yang negatif.

Hal ini pula yang bisa menghalangi kita untuk hidup tenang dan menikmati saat ini karena adanya rasa penyesalan yang mendalam terhadap kegagalan itu. Untuk menanggulanginya, diperlukan usaha untuk mengontrol ekspektasi.

Beberapa kiat untuk mengontrol ekspektasi diri dijelaskan oleh Adjie Santosoputro, Penggagas Santhosa Emotional Healing Center, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Adjie Santosoputro: Mengontrol Ekspektasi Diri” yang dapat diakses melalui dik.si/AnyJiwEkspektasi.

Mengapa Ekspektasi Bisa Berbahaya?

Terkadang, kita menaruh ekspektasi yang sangat tinggi pada diri sendiri. Biasanya, hal ini dipengaruhi oleh pola pengasuhan dari orangtua yang tak pernah puas. Sejak kecil, kita ditekan untuk terus berprestasi dan membanggakan mereka. Alhasil, kegagalan menjadi momok yang menyakitkan.

Akhirnya, kita menjalani sebagian besar hidup dengan mengharapkan sesuatu hingga menunggu hal-hal tertentu terjadi seperti yang kita inginkan. Padahal, kenyataannya, situasi bisa selalu berubah karena ada beberapa hal yang berada di luar kendali.

Bahkan, frasa ‘ekspektasi membunuhmu’ memang benar adanya. Pasalnya, apabila suatu hal yang diinginkan tak terjadi, hidup kita akan terpengaruhi. Kita akan merasa sedih dan terus menyalahkan diri. Hal inilah yang akan mengantarkan kita pada penyakit yang lebih serius ke depannya.

Selain itu, memaksa ekspektasi diri terhadap orang lain juga bisa berbahaya. Contohnya, orangtua terhadap anak mereka. Hal ini tentu saja membuat sang anak lebih rentan stres dan tertekan karena melakukan sesuatu yang sebenarnya tak mereka inginkan.

Cara Mengontrol Ekspektasi Berlebih

Meski terdengar mengerikan, ekspektasi berlebih yang sering kali tak realistis juga bisa kita kontrol. Mengutip Hundred Life Design, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengontrol ekspektasi diri.

1. Luangkan Waktu untuk Istirahat

Saat menginginkan sesuatu, kita akan bekerja keras untuk mencapainya. Namun, dalam prosesnya, kita terkadang terlalu keras terhadap diri sendiri. Ambisi adalah hal bagus jika dilakukan dalam porsi yang pas, tetapi jika kita berharap untuk segera mencapai tujuan kita, hal itu tentu berbahaya.

Alih-alih bekerja terlalu keras, kita bisa membagi waktu agar porsi bekerja dan istirahat tetap seimbang. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari burnout dan rasa kecewa jika hasilnya tak sesuai dengan keinginan sebab kita menikmati setiap prosesnya.

2. Beradaptasi dengan Situasi yang Kerap Berubah

Ketika ada sesuatu yang salah, entah dari diri kita atau hal-hal yang berada di luar kendali, cobalah tenangkan diri terlebih dahulu. Setelah itu, pikirkan cara untuk mengubah rencana yang sudah dibuat.

Namun, jika situasi tak kunjung membaik setelah menerapkan cara baru, cobalah untuk mengikhlaskannya secara perlahan. Tanamkan pada diri bahwa situasi memang sudah tak mendukung usaha kita dan tak apa-apa jika gagal.

Sebagai tindakan preventif, saat menyusun rencana, selalu coba bayangkan skenario terburuk yang bisa kita hadapi. Setelah itu, antisipasi hasil yang mungkin terjadi dengan membuat beberapa rencana.

3. Hargai Proses daripada Hasil

Terkadang, ekspektasi membuat kita terpaku pada hasilnya saja, sementara prosesnya akan terlupakan. Padahal, menghargai proses perlu dilakukan agar kita bisa menerima apabila ekspektasi itu tak sesuai rencana.

Menghargai proses juga membuat kita merasa lebih tenang untuk mencapai ekspektasi itu.

4. Hindari Memproyeksikan Ekspektasi terhadap Orang Lain

Selain ekspektasi terhadap diri sendiri, ternyata memproyeksikan ekspektasi diri terhadap orang lain juga tak kalah berbahaya. Pasalnya, kita menaruh beban dan harapan terhadap orang lain sekaligus. Padahal, mengendalikan orang lain lebih sulit daripada diri sendiri.

Alhasil, jika orang itu tak sesuai dengan ekspektasi, kita cenderung kecewa. Bahkan, lebih parahnya lagi, dalam proses mencapai ekspektasi itu, terkadang kita menjadi terlalu keras terhadap mereka karena menaruh pemahaman kalau kesuksesan kita berada di tangan mereka.

Tanpa sadar, kita telah memeras kegembiraan dari mereka. Jadi, alih-alih bertindak sebagai bos; memarahi dan menekan mereka, kita bisa mengajak orang tersebut untuk berproses bersama. Lebih baik jika memberikan dukungan yang mereka butuhkan.

Lantas, bagaimana cara mengendalikan ekspektasi diri ala Adjie Santosoputro? Kalian bisa mendengarkan informasi selengkapnya melalui siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Adjie Santosoputro: Mengontrol Ekspektasi Diri” di Spotify.

Di sana, ada banyak pula informasi dan kisah seputar kesehatan mental untuk menunjang kehidupan sosial, romansa, dan kariermu!

Ikuti siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut dik.si/AnyJiwEkspektasi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/19/190000220/pentingnya-mengontrol-ekspektasi-diri

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com