Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sering "Stalk" Mantan, Waspada Gejala “Orbiting”

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Putus cinta adalah proses yang sangat menyedihkan, terlebih jika kedua pasangan memilih untuk berpisah secara baik-baik. Hal ini tentu berbeda jika perpisahan dilatarbelakangi oleh situasi yang memicu pertengkaran, misalnya kekerasan atau perselingkuhan.

Dua situasi tersebut membuat korban justru merasa lega karena telah bebas dari kekangan pasangannya. Namun, situasi ini dirasakan berbeda oleh pelaku.

Mereka yang enggan berpisah dan masih memiliki obsesi terhadap pasangannya berpotensi menjadi stalker, misalnya ingin mengetahui bagaimana kabar atau kondisinya lewat media sosial.

Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Penyebab “Orbiting” ke Mantan” dengan tautan akses dik.si/AnyJiwOrbiting, dijelaskan oleh Ernestine Oktaviana M.Psi., Psikolog Dear Astrid, bahwa perilaku ini dikenal sebagai ‘orbiting’.

Apa Itu Istilah “Orbiting”?

Perilaku ini juga dialami Taylor Davies. Setelah putus selama beberapa minggu, mantan pasangannya menyukai setiap unggahan di Instagramnya. Ia pun menuturkan sempat merasa senang karena sang mantan masih tertarik dengannya. Namun, lama-kelamaan kondisi ini pun memperburuk perasaannya.

Layaknya pesawat antariksa tak berawak, istilah orbiting menggambarkan seseorang yang telah meninggalkan hidup kita dengan memutus kontak, tapi masih muncul tanpa memberikan keterangan yang jelas. Jadi, seolah-olah kita yang harus memikirkan apa yang sedang mereka lakukan.

Kondisi ini pun dipermudah dengan hadirnya media sosial. Mereka bisa ‘mengawasi’ tanpa kenal waktu. Misalnya, mereka bisa saja menyukai dan melihat unggahan yang terus kita buat. Perilaku ini tentu saja membuat target yang dituju menjadi tidak nyaman, terlebih jika ia telah mempunyai pasangan baru.

Mengutip Mary Jo Rapini, mengorbit adalah permainan kekuatan. Artinya, orang yang mengorbit mantannya menunjukkan bahwa dia masih menonton bagaimana hidupnya berjalan.

Biasanya, hal ini terjadi dalam hubungan yang memiliki masalah belum terselesaikan sehingga mantan tersebut mengorbit untuk menunjukkan bahwa mereka masih memiliki minat.

Jadi, untuk mencegah mantan pasangan melupakannya, mereka terus memunculkan diri di media sosial. Hal ini dilakukan dengan tujuan membangun harapan agar mereka bisa berkomunikasi atau berhubungan kembali.

Bagaimana Jika Kita Menjadi Korban “Orbiting”?

Sebagai korban ‘orbiting’, kita tak perlu merasa sungkan dengan perbuatan mantan. Terlebih, jika perilaku mereka benar-benar mengganggu kehidupan kita, jangan ragu untuk membisukan atau memblokir akun mereka.

Setelah itu, cobalah untuk tidak menghiraukan keberadaan mereka. Lakukan kegiatan atau aktivitas yang menyenangkan sehingga kita melupakannya sebab kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain bertindak. Akan tetapi, kita bisa mengatur respons terhadap perilaku mereka.

Namun, jika kita tertarik untuk memulai kembali hubungan, jangan merespons dengan cara yang sama. Berilah kepastian yang jelas mengenai bagaimana hubungan ke depannya. Melakukan tindakan serupa justru membuat kita dan mantan bingung karena tak ada yang berani memulai.

Kecanduan Melakukan “Orbiting” terhadap Mantan

Dalam Men’s Health, Psikolog Klinis Wendy Walsh, PhD., mengatakan jika perilaku ‘orbiting’ bukanlah perilaku yang baik. Pasalnya, perilaku ini justru bisa membingungkan mantan hingga mengganggu hidupnya.

Sebagai pelaku orbiting, kita bisa berhenti mengikuti media sosialnya agar meminimalkan interaksi dengannya. Itu sebabnya, perlu memberikan batasan yang kuat dengan memiliki kontrol diri terhadap dengan siapa saja kita berinteraksi.

Jika memblokirnya terlalu ekstrem, istirahatlah dari media sosial sampai kita merasa urgensi untuk mengorbit mantan berkurang.

Jika tak dikendalikan, perilaku orbiting bisa mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan. Bisa saja kita memiliki obsesi terhadap mantan dan enggan untuk berpisah dengannya. Akhirnya, kita jadi melakukan hal yang lebih berani, misalnya mengikuti kehidupan sehari-harinya secara langsung atau stalking.

Identifikasikan faktor yang melatarbelakangi kita melakukan ‘orbiting’. Apakah masih terdapat masalah yang belum terselesaikan? Atau justru karena kita masih belum bisa berdamai dengan realitas yang ada di depan mata? Atau bahkan perilaku ini muncul karena kita merasa kesepian?

Setelah mengidentifikasi penyebabnya, kita bisa mencari solusi yang tepat untuk menanganinya.

Pasalnya, jika perilaku orbiting sudah masuk di tahap kecanduan, kita perlu bantuan tenaga profesional untuk menyembuhkannya. Biasanya, kita akan diminta untuk detoksifikasi media sosial dan memperjelas minat serta tujuan hidup.

Lantas, adakah alasan lain mengapa seorang mantan masih melakukan ‘orbiting’ terhadap kita? Dengarkan jawaban lengkapnya melalui siniar Anyaman Jiwa episode “Penyebab “Orbiting” ke Mantan” dengan tautan akses dik.si/AnyJiwOrbiting.

Akses sekarang juga playlist YouTube Medio by KG Media untuk mendapat informasi lebih banyak seputar kesehatan mental yang bisa menunjang kehidupan sosial, karier, hingga romansamu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniarnya sekarang juga.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/05/04/090000720/sering-stalk-mantan-waspada-gejala-orbiting-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com