Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Tato Bikin Ketagihan? Ini Penjelasan Psikologisnya

KOMPAS.com - Saat mencoba tato permanen untuk pertama kali, tidak sedikit orang yang lalu merasa tergoda untuk melanjutkan dan menambah koleksi tato mereka di tubuhnya.

Seolah-olah tato bikin ketagihan. Sebetulnya, fenomena ini sudah menjadi diskusi umum di kalangan pecinta tato.

Tetapi jika dilihat dari kacamata psikologis, rupanya ada beberapa alasan yang membuat tato bikin ketagihan.

Alasan psikologis tato bikin ketagihan

Psikolog, Dr. Sal Raichbach dari Ambrosia Treatment Center mengatakan, banyak orang mengaku ketagihan saat bikin tato, terutama ketika mereka menikmati sakit secara fisik dalam proses pembuatannya.

Pengalaman itu mendorong mereka untuk mencari dan mendapatkan lebih banyak lagi tato di tubuhnya.

"Orang-orang ini kemungkinan besar mengacu pada lonjakan senyawa kimia yang dilepaskan otak secara alami untuk mengatasi rasa sakit fisik."

"Ini adalah mekanisme yang sama seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol, namun tubuh tidak menjadi bergantung pada perilaku ini sebagaimana efek dari penyalahgunaan zat," papar dia.

Di sisi lain, penelitian menemukan, membuat tato dapat melepaskan adrenalin dan endorfin.

Kondisi itu membuat seseorang menghilangkan rasa sakit hingga memicu respons emosional yang positif.

Menurut ahli saraf David J. Linden yang berbasis di New York, Amerika Serikat, pelepasan endorfin yang dimaksud mirip seperti mekanisme seseorang setelah berolahraga.

Emosi yang dipicu terbilang positif tapi tampaknya cukup bervariasi pada setiap orang.

"Efek ini mirip seperti ganja di otak, dan endorfin yang diproduksi mirip morfin. Hasilnya? Kenikmatan luar biasa," kata Linden.

Lantas, apakah pengalaman membuat tato bisa membuatnya ketagihan?

Menurut ahli lain, pakar kesehatan dan kebugaran, Caleb Backe dari Maple Holistics, alasan seseorang membuat tato karena ingin merasakan endorfin dan adrenalin tinggi.

Kemudian untuk merasakan hidup atau demi mendapatkan pengakuan dan perhatian dari orang lain, kemungkinan dia akan bikin tato lagi setelah puas dengan hasil tato pertama.

"Ada kemungkinan untuk mendapatkan tato baru dan menjadi hal biasa, mereka akan mencari modifikasi lain, dan lainnya," kata dia.

Di satu sisi, psikolog dan pakar tato yang berbasis di AS, Viren Swami menjelaskan, bahasa ketergantungan atau kecanduan tato terdengar kurang tepat.

Sebab, kebanyakan orang membuat tato biasanya tidak didasari oleh keputusan yang gegabah.

"Ada hal lain yang perlu dipikirkan seperti rasa sakit saat membuat tato, hingga desain tato permanen yang sulit dihilangkan," kata dia.

Sehingga dapat disimpulkan, di balik gaya tato seseorang itu pada dasarnya membutuhkan proses dan keputusan yang matang untuk membuat tato selanjutnya.

Sebaiknya, kita juga tidak terburu-buru membuat tato permanen kedua karena rata-rata orang biasanya menunggu antara 2-7 tahun untuk memiliki tato lagi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/11/130000020/benarkah-tato-bikin-ketagihan-ini-penjelasan-psikologisnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com