Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tiga Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia

KOMPAS.com - Indonesia berada di peringkat ketiga secara global setelah India dan China, dengan jumlah gangguan penglihatan tertinggi.

Jumlah kebutaan di Indonesia tahun 2020 diperkirakan mencapai 3,7 juta jiwa.

Tiga penyakit utama penyebab kebutaan di Indonesia adalah katarak, kelainan refraksi mata akibat perubahan bentuk kornea dan penuaan lensa mata, serta glaukoma atau kerusakan saraf optik mata akibat tekanan bola mata tinggi.

Penduduk Indonesia yang menderita katarak rata-rata 15 tahun lebih awal dibandingkan dengan negara-negara maju.

Penyakit ini sebenarnya bisa diatasi dengan operasi. Namun banyak masyarakat yang takut dioperasi.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementrian Kesehatan RI, Dr.Eva Susanti menyebut, kerugian negara akibat gangguan penglihatan mencapai 84,7 triliun per tahun.

"Kerugian itu akibat biaya pengobatan, hilangnya produktivitas individu yang terdampak, serta hilangnya produktivitas anggota keluarga atau pendampingnya," paparnya dalam acara media edukasi Inovasi untuk Mencegah Hilangnya Penglihatan di Jakarta (2/11/2023).

Ia mengatakan, diperkirakan angka gangguan penglihatan akan meningkat hingga 55 persen pada 30 tahun mendatang seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.

"Prevalensi penyakit degeneratif yang bisa menyebabkan kebutaan seperti katarak dan degenerasi makula (AMD) akan meningkat pada orang di atas usia 50 tahun," katanya.

Selain itu, angka penyandang diabetes melitus juga akan meningkatkan angka kebutaan karena komplikasi penyakit ini bisa mengenai saraf mata.

Pada kondisi ringan, diabetes dapat mengakibatkan mata kering, penglihatan berkabut, penglihatan ganda, katarak, dan glaukoma.

Penderita diabetes memiliki risiko menjadi buta sampai 25 kali lebih tinggi daripada yang tidak menderita diabetes. Risiko tersebut terjadi pada orang yang menderita diabetes di atas 10 tahun.

Upaya pencegahan

Untuk menekan angka gangguan penglihatan pemerintah telah menetapkan prioritas pencegahan kebutaan.

"Targetnya minimal 80 persen penyandang diabetes dilakukan skrining retinopati diabetik dan 80 persen yang terdiagnosa komplikasi diabetes ini tertangani di tahun 2030," paparnya.

Masyarakat juga akan diajak untuk rutin melakukan pemeriksaan mata, mengajar kader-kader untuk mengidentifikasi gangguan penglihatan secara sederhana misalnya dengan menghitung jari dari jarak 6 meter, serta operasi jika didiagnosa katarak.

"Layanan kesehatan primer juga akan dikuatkan untuk menemukan kasus gangguan mata dan tata laksana dini," ujarnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/11/09/080858120/tiga-penyebab-utama-kebutaan-di-indonesia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com