JAKARTA, KOMPAS.com - Kebaya merupakan salah satu pakaian tradisional khas Indonesia yang digunakan oleh perempuan Indonesia sejak abad ke-15.
Bahkan kebaya menjadi saksi sejarah perkembangan Indonesia yang hingga saat ini masih eksis.
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bogor, Sitawati Ken Utami mengungkap bahwa kebaya memiliki jenis yang beragam. Tentunya setiap jenisnya memiliki ciri khasnya masing-masing. Penasaran? Berikut rangkumannya.
Kebaya kutubaru menjadi salah satu jenis kebaya yang paling populer dan mudah ditemukan di pasaran.
Kebaya Kutubaru pertama kali muncul di akhir abad ke-18 dengan ciri khasnya yang menghubungkan lipatan kiri dan kanan kebaya dengan bef atau kain kotak tambahan di bagian dada.
Sita menjelaskan bahwa kebaya kutubaru dulunya identik dengan bentuk leher yang kotak tanpa adanya tambahan bordir atau hiasan lainnya.
“Kebetulan ibu saya penjahit dan kotak yang ada di kebaya ini itu namanya bef. Bagian bef ini yang identik dengan Kebaya Kutubaru,” ujar Sita dalam acara Remaja Berkebaya dan Berkain Nusantara di Jakarta Selatan, Sabtu (20/7/2024).
Sesuai dengan namanya, Kebaya Kartini ini konon katanya terinspirasi oleh sosok Raden Ajeng Kartini.
Sita menjelaskan bahwa pada waktu itu, R.A. Kartini belajar mengaji di rumahnya dan diminta untuk berpakaian lebih tertutup dan tidak mengekspos dada.
Alhasil kedua lipatan di sisi kanan dan kiri disatukan dan tidak memiliki bef lagi. Kebaya tersebut memberikan kesan yang lebih sopan dan tertutup, khususnya di bagian dada.
“R.A. Kartini itu belajar mengaji di rumahnya, orang tuanya yang mengundang guru ngaji. Ternyata kebayanya itu diminta untuk lebih tertutup, jadi bagian kiri dan kanannya itu ditangkupkan,” katanya.
Sita menyatakan bahwa perkembangan kebaya tidak lepas kaitannya dengan pengaruh komunitas Tionghoa yang berada di Indonesia. Hal ini menjadi latar belakang munculnya Kebaya Encim.
Menurutnya, Kebaya Encim menjadi hasil budaya peranakan antara para pribumi dan orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia. Encim sendiri memiliki artian Tante.
Sita menambahkan bahwa kebaya Encim identik dengan warna yang cerah dan dihiasi oleh bordiran yang ramai. Kebaya encim juga dikenal dengan Kebaya Peranakan, Kebaya Nyonya, atau Kebaya Kerancang.
“Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya. Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini,” jelas Sita.
Selain itu, Sita mengungkap bahwa kebaya sempat menjadi tren fesyen yang membuat para wanita keturunan Belanda yang ada di Indonesia pada saat itu ingin ikut menggunakan kebaya.
Para noni Belanda gemar menggunakan pakaian berwarna putih dengan renda renda yang ditempelkan di sekeliling kebayanya. Hal ini memberikan kesan yang mewah dan berkelas.
“Kalau dulu, rendanya itu mewah, bahan dasarnya pun mewah ya. Jadi, orang-orang Belanda kan pasti pengen berkebaya juga, dan kelasnya mereka pengen tinggi lah ya,” tambah Sita.
5. Kebaya Sunda
Kemudian, perempuan Sunda juga memiliki gaya kebaya yang khas, yaitu dengan tidak menggunakan kerah.
Sita menyebutkan bahwa kebaya sunda biasanya memiliki bentuk leher segi lima. Bagian leher tersebut dikenal dengan istilah Surawe.
“Jadi, Kebaya Sunda itu nggak pakai kerah, biasanya bagian lehernya itu berbentuk V, U, atau segi lima. Tapi sekarang ada yang pakai kerah sedikit di belakang, ada juga yang enggak pakai,” ujarnya.
Kebaya Labuh menjadi salah satu kebaya yang telah diakui sebagai Warisan budaya Tak Benda Indonesia ke UNESCO.
Sita menyatakan kebaya jenis ini berasal dari Riau dengan bahan songket mengkilap. Kebaya jenis ini identik dengan panjangnya yang menjuntai sampai lutut.
“Kebaya Labuh ini menjadi Warisan budaya Tak Benda Indonesia, selain Kebaya Encim atau kerancang tadi. Ciri khasnya kebaya ini itu panjang, kurang lebih sampai lutut,” tutur Sita.
https://lifestyle.kompas.com/read/2024/07/22/111100220/mengenal-6-jenis-kebaya-nusantara-dan-ciri-khasnya