Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Transportasi Umum buat Bumil di Jabodetabek, Apa yang Masih Kurang?

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam menjadikan transportasi umum agar lebih ramah bagi ibu hamil, ternyata fasilitas penunjang juga perlu diperhatikan.

Setidaknya, inilah yang disoroti oleh warga Kota Depok bernama Anggita (27). Menurut dia, akses menuju beberapa stasiun dan halte transportasi di Jabodetabek masih kurang memadai.

"Mungkin yang pertama harus dilakukan ya diperbaiki aksesnya, jadi tidak terjal atau berbahaya untuk ibu hamil pas mau naik transportasi umum," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2024).

Lalu, menurut para ibu hamil, fasilitas apa saja yang masih kurang?

1. Jarak anak tangga cukup tinggi

Sebagai pengguna setia KRL dan Transjakarta, menurut Anggita ada beberapa stasiun dan halte yang fasilitas penunjangnya lebih memadai untuk masyarakat umum.

Misalnya, jarak anak tangga yang seringkali cukup tinggi.

Menurut dia, jika fasilitas penunjang belum memadai, transportasi umum belum bisa disebut ramah ibu hamil dan anak kecil.

"Sama kayak tangga yang jarak setiap anak tangganya agak tinggi. Kalau ibu hamil yang orang dewasa saja kesusahan, gimana dengan anak kecil?" ujar Anggita yang merupakan pengguna setia KRL dan Transjakarta.

2. Trotoar sekitar masih banyak berlubang

Hal lainnya adalah jalanan menuju stasiun atau halte yang berlubang dan tidak kunjung dibenahi, atau trotoar dipenuhi pedagang kaki lima.

Menurut Anggita, akses menuju halte dan stasiun yang seperti itu cukup membahayakan.

"Ibu hamil gampang lelah. Seharusnya didukung dengan akses yang tersedia tempat duduk untuk istirahat sementara, atau jalanan mulus untuk minimalisir kecelakaan kecil kayak kejeblos," ujar dia.

Terkait trotoar, ibu hamil terkadang terpaksa berjalan di luar trotoar. Padahal, ini membahayakan keselamatan mereka.

Terutama, jika trotoar menuju halte dan stasiun berada di jalanan ramai pengendara motor dan mobil yang mengebut.

"Untuk fasilitas penunjang kayak akses ini juga kalau bisa ciptakan yang aman dari paparan asap rokok. Soalnya asap rokok bahaya untuk janin," lanjut Anggita.

Dengan kata lain, adanya akses masuk dan keluar terpisah atau steril dari perokok sangat diidamkan oleh para ibu hamil.

4. Keberasaan lift dan eskalator belum merata

Warga Maja, Lebak, bernama Bila (27) menambahkan, pengadaan lift dan eskalator yang lebih merata di stasiun perlu dilakukan.

Mengingat, banyak ibu hamil yang masih harus bekerja dan terpaksa menggunakan transportasi umum.

"Dengan adanya lift atau eskalator, selain mempermudah ibu hamil untuk naik transportasi umum, juga kan mengurangi risiko terjatuh atau kelelahan," tutur Bila yang juga pengguna setia KRL dan Transjakarta, Jumat.

Pasalnya, ada beberapa stasiun yang hanya menyediakan eskalator dan/atau lift pada satu sisi akses saja. Sedangkan akses di sisi lainnya hanya tersedia tangga.

Misalnya adalah Stasiun Cakung di Jakarta Timur. Lift berkapasitas empat orang hanya tersedia di akses via Jalan I Gusti Ngurah Rai.

Sementara itu, akses via Jalan Raya Stasiun Cakung hanya memiliki dua tangga. Masing-masing tangga memiliki 45 anak tangga.

"Stasiun Palmerah juga, di Jalan Palmerah Timur yang sederet sama Menara Kompas. Di situ cuma ada tangga, tapi yang di sisi jalanan seberang dekat Gedung DPR aku enggak begitu merhatiin kondisinya sama atau enggak," kata Bila.

Tangga yang curam bisa membuat ibu hamil dan anak-anak kelelahan, serta dengkul dan kaki gemetar dan terasa lemas. Mereka berpotensi jatuh karena lemas.

Di eskalator, setidaknya ibu hamil dan anak-anak tidak perlu naik dan turun secara manual. Mereka tinggal berdiam diri menunggu tangga bergerak sendiri.

"Naik eskalator bisa dibilang jadi momen istirahat sejenak juga kalau sebelumnya sudah jalan kaki agak jauh. Bisa menghela nafas dulu sebelum lanjut bepergian," Bila berujar.

5. Kurangnya kursi di peron

Tidak semua orang bisa tiba beberapa saat sebelum kereta tiba. Karena satu dan lain hal, mereka harus menunggu cukup lama di peron.

Untuk penumpang prioritas seperti ibu hamil, penyandang disabilitas, dan lansia, kehadiran kursi di peron sangat diperlukan.

Menurut Bila, saat ini jumlah kursi di peron masih belum cukup. Pada satu sisi peron, hanya tersedia sekitar tiga sampai empat kursi panjang.

Pada jam-jam tertentu, jumlah tersebut sangat kurang memadai.

"Kursi di peron sering didudukin sama orang-orang yang sehat, apalagi anak muda. Jadinya penumpang prioritas terpaksa berdiri, apalagi ibu yang hamil muda dan enggak pakai pin," ungkap Bila.

Selain berharap jumlah kursi menunggu bisa lebih banyak, ia juga menilai perlu ada petugas yang bersiaga sehingga penumpang prioritas dapat dipastikan mendapatkan tempat duduk saat menunggu kereta di peron.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/09/15/214402020/transportasi-umum-buat-bumil-di-jabodetabek-apa-yang-masih-kurang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com