Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena Daddy Issues, Ketika Ayah Tidak Hadir secara Emosional dalam Kehidupan Anak

KOMPAS.com – Sosok ayah memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Sayangnya, tidak semua anak bisa merasakan kehadiran figur ayah secara utuh. 

Dalam dunia psikologi, kondisi ini kerap dikenal dengan istilah daddy issues, yaitu ketika ketidakhadiran ayah secara utuh meninggalkan luka emosional yang cukup dalam bagi anak.

Psikolog Keluarga, Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., Psikolog menjelaskan, daddy issues bukan sekadar istilah populer di media sosial, melainkan kondisi psikologis yang nyata dan dapat memengaruhi kehidupan anak hingga dewasa.

“Daddy issues itu lebih ke masalah psikologis anak yang terjadi antara ayah dan anak selama masa tumbuh kembangnya,” kata Sukmadiarti saat diwawancarai Kompas.com, Senin (8/9/2025).

Menurut Sukmadiarti, daddy issues umumnya terjadi karena ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak, khususnya secara emosional. 

Artinya, meskipun seorang ayah tinggal serumah, ia tetap bisa dianggap “tidak hadir” apabila tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya.

“Daddy issues memang lebih karena ketidakhadirannya ayah, secara psikologis atau emosional. Bisa jadi masih tinggal serumah dengan ayah, tapi ayahnya tidak berperan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Kondisi ini biasanya muncul karena anak membutuhkan kelekatan, validasi, dan perhatian dari figur ayah. 

Ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, anak cenderung membawa luka batin itu ke dalam kehidupan sosial dan relasi saat dewasa.

  • Psikolog Sebut 5 Dampak Daddy Issues pada Perilaku dan Emosi Anak
  • 4 Cara Berdamai dengan Daddy Issues Menurut Psikolog

Tanda seseorang mengalami daddy issues

Tidak semua orang menyadari bahwa dirinya membawa beban daddy issues. Namun, menurut Sukmadiarti, ada beberapa tanda yang dapat dikenali. Simak selengkapnya.

Anak dengan daddy issues cenderung memiliki harga diri rendah. Mereka sering sulit menilai diri sendiri secara positif dan akhirnya merasa tidak percaya diri di hadapan orang lain.

“Tanda seseorang punya daddy issues ini harga diri atau penilaian anak terhadap dirinya sendiri rendah. Alhasil sulit berinteraksi dengan banyak orang karena merasa insecure,” tutur Sukmadiarti.

2. Sulit berteman

Seseorang dengan daddy issues biasanya sulit mendapatkan teman karena rasa tidak percaya diri tersebut. 

Namun, ketika berhasil menjalin pertemanan, mereka cenderung terlalu mengikat dan takut kehilangan.

“Terkadang sulit mendapatkan teman, tapi sekalinya punya teman jadi terlalu mengikat dan takut kehilangan,” tambahnya.

3. Posesif dan terlalu mengekang pasangan

Ketakutan kehilangan sosok ayah juga terbawa dalam pola hubungan asmara. Mereka bisa bersikap posesif, cemburuan, dan bahkan terlalu mengekang pasangan.

“Perasaan ketakutan dan kehilangan sosok ayah ini juga memengaruhi pola relasi anak, yang bisa saja menjadi toksik, seperti posesif dan terlalu mengekang pasangannya,” jelasnya.

Psikolog yang berpraktik di Semarang, Jawa Tengah, ini mengatakan, daddy issues berdampak besar pada pola hubungan sosial dan emosional anak. 

Relasi yang dibangun seringkali tidak sehat karena penuh dengan kecemasan dan rasa takut ditinggalkan.

“Alhasil relasi yang anak itu bangun kebanyakan kurang sehat secara emosional dan sosial karena banyak kecemasan yang ia rasakan,” ucap dia.

Kondisi ini bisa membuat anak sulit merasakan kebahagiaan secara utuh, bahkan saat berada di dalam hubungan. 

Ketidakpastian emosional yang muncul dari masa kecil dapat menjadi penghalang dalam membangun kepercayaan dengan orang lain.

Untuk mencegah munculnya daddy issues, Sukmadiarti menekankan pentingnya keterlibatan ayah dalam kehidupan anak. 

Kehadiran ayah tidak hanya berfungsi sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai sumber dukungan emosional yang dapat membentuk rasa aman pada anak.

“Kehadiran peran ayah itu sangat penting untuk emosional dan kognitif anak sehingga anak tidak terus merasa cemas atau takut menjalin relasi ke depannya,” tutur Sukmadiarti.

Menurutnya, hal sederhana, seperti menghargai anak, hadir dalam momen penting, dan memberikan kasih sayang dapat membuat anak merasa cukup dicintai.

“Apabila ayah menghargai serta hadir di momen penting anak, hal ini akan membuat anak bahagia dan tangki cintanya akan terpenuhi oleh ayahnya sendiri, tanpa perlu mencari validasi dari orang lain,” pungkas Sukmadiarti.

Daddy issues bukanlah sekadar istilah populer di media sosial, melainkan fenomena nyata yang dapat memengaruhi pola pikir, relasi, dan masa depan anak. 

Kehadiran seorang ayah, baik secara fisik maupun emosional, menjadi pondasi penting bagi tumbuh kembang anak agar tidak terus merasa kehilangan atau mencari validasi dari luar.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/09/08/140500520/fenomena-daddy-issues-ketika-ayah-tidak-hadir-secara-emosional-dalam

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com