Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lebih dari Sekadar Kain, Makna dan Warisan Tenun Biboki dari NTT

KOMPAS.com - Banyak orang yang hanya kenal dan melihat kain tenun sebagai produk kerajinan, tapi tidak mengetahui makna dan cerita di balik lembaran-lembaran kain tenun. Di balik setiap helai kain tenun dari Nusa Tenggara Timur tersimpan kisah yang lebih dalam daripada sekadar motif indah di permukaannya. 

Kain ini lahir dari tangan-tangan perempuan yang dengan sabar menenun benang demi benang, bukan semata mencari keuntungan ekonomi, melainkan meneruskan tradisi yang diwariskan turun-temurun. 

Buku Puan Maestro, terbitan Teras Mitra, membawa kita menyelami lebih dalam kehidupan perempuan-perempuan hebat di Biboki, Nusa Tenggara Timur (NTT), para maestro tenun yang tak hanya merajut kain, tapi juga masa depan.

Dalam sesi literasi yang menjadi bagian dari rangkaian acara PARARA Mini Festival (PMF) 2025, cerita tentang tenun Biboki berhasil dibawa ke hadapan publik, terutama generasi  muda. 

Adinindyah dari Teras Mitra dalam kesempatan itu menceritakan tentang Mama Yovita, salah satu sosok sentral yang menjadi inspirasi dalam buku Puan Maestro.

"Mama Yovita adalah penenun dan sekaligus penggerak. Ia  memberdayakan para janda dan perempuan yang ditinggalkan suaminya, dengan mengajarkan mereka menenun agar tetap bisa mandiri dan memiliki penghasilan.

Buku Puan maestro adalah warisan Mama Yovita yang hadir bukan hanya sebagai dokumentasi, tapi juga sebagai pengingat bahwa menenun bukan sekadar tradisi, melainkan perjuangan,” Jelas Adinindyah di Jakarta (12/9/2025).

Tenun Biboki adalah kain tenun tradisional dari wilayah Biboki, Nusa Tenggara Timur, yang memiliki tiga jenis yaitu tenun ikat (futus), sotis, dan bunga. Tenun Biboki menggunakan benang katun dan sering kali menggunakan pewarna alam, menghasilkan motif yang terinspirasi dari alam seperti bunga kelapa (fut noa no'o).

Hampir sebagian besar perempuan Biboki menjadikan tenun sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga. Mereka menenun dan memahami beragam motif secara turun temurun. 

Pengerjaannya rata-rata masih tradisional dengan menggunakan alat-alat tradisional. Para penenun membuat alat-alat sendiri dengan menggunakan bahan dari kayu pilihan, bebek, dan bambu. Alat-alat ini dibuat secara sederhana dan mudah dibawa ke mana saja.

Mengajak generasi muda mencintai wastra

Lewat acara PARARA Mini Festival diharapkan semakin banyak generasi muda yang bukan cuma mengenal lebih dalam wastra tapi juga mencintainya.

Dalam peragaan busana yang menampilkan22 koleksi pakaian dari desainer muda LaSalle School Jakarta, tenun Biboki kembali dihadirkan. 

Fashion show bertema Hybrid ini menampilkan koleksi pakaian sehari-hari bergaya ultra-chic yang cocok untuk anak muda perkotaan namun tanpa meninggalkan identitas budaya bangsa. Hal itu terlihat dari paduan kain-kain modern seperti lame, organza atau gazar, renda perancis, taffeta, dan kain Biboki. 

Motif-motif tenun NTT sangat kaya warna, variasi, dan kreatif. Motif-motif itu, jika digabungkan dalam gaya fashion kekinian tanpa kehilangan makna tradisinya semakin terlihat indah dan memesona. 

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/09/21/185834120/lebih-dari-sekadar-kain-makna-dan-warisan-tenun-biboki-dari-ntt

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com