JAKARTA, KOMPAS.com - Obesitas masih sering dianggap sekadar masalah kelebihan berat badan. Padahal kondisi ini sebenarnya penyakit kronik yang bisa menurunkan kualitas hidup seseorang secara signifikan jika tidak ditangani sejak dini.
“Obesitas itu bukan hanya sekadar kelebihan berat badan, melainkan penyakit kronik. Bahkan seseorang yang obesitas sulit beraktivitas sehari-hari,” jelas Dokter Spesialis Penyakit Dalam sekaligus Board of Wellness Halofit, dr. Waluyo Dwi Cahyono, SpPD-KEMD, FINASIM dalam Peluncuran Klinik Digital Halofit by Halodoc di Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
Menurut Waluyo, obesitas tidak hanya berdampak pada penampilan fisik, tapi juga pada kemampuan seseorang untuk menjalani aktivitas harian.
“Misalnya, sulit naik turun tangga, yang kena dampaknya pertama pasti lututnya. Risiko lainnya juga bisa memicu kinerja jantung jauh lebih berat,” ujar dia.
Kelebihan berat badan memberikan beban tambahan pada sendi, terutama lutut dan pergelangan kaki.
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan nyeri sendi kronis dan penurunan mobilitas.
Selain itu, jantung juga harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
“Lalu, obesitas juga bisa menyebabkan hipertensi, yang pada akhirnya bisa berujung pada gagal jantung,” tambahnya.
Dampak obesitas tak hanya itu. Waluyo menjelaskan, obesitas juga bisa menyebabkan gangguan hormon, terutama pada perempuan.
“Orang yang obesitas juga bisa mengalami gangguan hormon, terutama pada perempuan,” ucapnya.
Gangguan hormonal ini bisa memicu masalah kesehatan lain seperti gangguan menstruasi, sindrom ovarium polikistik (PCOS), dan penurunan kesuburan.
Selain itu, hormon yang tidak seimbang juga dapat memperburuk metabolisme tubuh, sehingga memperberat kondisi obesitas itu sendiri.
Ia menambahkan, obesitas juga berisiko menimbulkan sleep apnea syndrome yaitu kondisi ketika seseorang berhenti bernapas sementara saat tidur.
“Kondisi tersebut bisa memicu sleep apnea syndrome yaitu kondisi ketika orang yang obesitas tidur tapi napasnya tiba-tiba berhenti, lalu terbangun dari tidurnya,” jelasnya.
Sleep apnea tidak hanya mengganggu kualitas tidur, tapi juga dapat menyebabkan kelelahan kronis, gangguan konsentrasi, dan meningkatkan risiko penyakit jantung karena kadar oksigen dalam darah menurun berulang kali saat tidur.
Lebih lanjut, Waluyo menegaskan, obesitas dapat memicu berbagai penyakit kronis lainnya.
Hal ini karena lemak berlebih dalam tubuh tidak hanya tersimpan di bawah kulit, tapi juga menumpuk di organ vital seperti hati, jantung, dan pankreas.
“Jadi obesitas ini bisa memicu berbagai penyakit kronis lainnya, bahkan gaya hidup juga bisa terpengaruh,” katanya.
Beberapa penyakit yang kerap muncul akibat obesitas antara lain diabetes tipe 2, hipertensi, kolesterol tinggi, dan gangguan jantung.
Kondisi tersebut bisa saling berkaitan dan memperburuk kesehatan seseorang secara keseluruhan.
Atasi obesitas sejak dini, jangan tunggu parah
Lebih jauh, ia menilai, penanganan obesitas tidak bisa dilakukan hanya dengan diet sesaat.
Diperlukan pendekatan menyeluruh yang mencakup perubahan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, serta evaluasi medis berkala.
Ia menambahkan, mengenali faktor risiko sejak dini sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan obesitas.
Pemeriksaan rutin dan konsultasi dengan dokter dapat membantu menentukan langkah yang tepat untuk mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Dengan begitu, penanganan obesitas bukan hanya soal menurunkan berat badan, tetapi juga upaya menjaga fungsi tubuh tetap optimal dan mencegah munculnya penyakit kronik yang bisa membahayakan jiwa.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/16/210500020/obesitas-tak-cuma-berat-badan-berlebih-dokter-ungkap-dampak-seriusnya