KOMPAS.com - Bagaimana bangkit dari duka setelah kehilangan orangtua? Tidak ada rumus pasti untuk menghadapi duka karena setiap orang memiliki prosesnya masing-masing.
Menurut Psikolog Agata Paskarista, M.Psi., Psikolog., CPS, langkah pertama yang perlu dilakukan agar bisa bangkit dari kehilangan adalah menerima semua emosi yang muncul.
“Proses untuk bangkit dari duka memang tidak bisa dipaksakan, tetapi bisa diarahkan dengan perlahan,” ujar Agata saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (16/10/2025).
Bangkit dari duka, terima segala emosi yang ada
Agata menjelaskan, banyak orang yang mencoba untuk menolak perasaan sedih, marah, atau kecewa setelah kehilangan seseorang. Padahal menolak emosi membuat proses berduka menjadi semakin berat.
“Hal-hal yang penting dan perlu dijalani adalah menerima kenyataan bahwa kehilangan itu sendiri, mengelola rasa sakitnya,” jelasnya.
Menurutnya, menerima kenyataan bukan berarti berhenti merasa sedih, tetapi mengakui bahwa kehilangan memang telah terjadi.
Dengan menerima kenyataan, seseorang bisa mulai mengelola emosi yang muncul dan perlahan membangun kembali keseimbangan hidupnya.
Agata menegaskan, semua emosi yang muncul saat berduka adalah valid. Kemarahan, kekecewaan, atau bahkan penolakan, semuanya adalah bagian dari proses adaptasi terhadap realitas baru tanpa kehadiran orang yang dicintai.
Kehilangan orang terdekat juga membuat seseorang harus menyesuaikan diri dengan rutinitas dan kondisi hidup yang berubah.
Hal ini bisa menjadi tantangan tersendiri karena banyak aspek kehidupan yang sebelumnya terkait dengan sosok yang sudah tiada.
“Menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa kehadiran orang yang sudah tidak ada dan menemukan cara baru untuk tetap merasa terhubung sambil kita terus menjalani kehidupan secara praktisnya,” kata Agata.
Ia menjelaskan, cara terbaik untuk menyesuaikan diri adalah dengan menciptakan rutinitas baru.
Misalnya, jika sebelumnya hari-hari selalu diisi dengan aktivitas bersama orangtua, saat ini waktunya membangun kebiasaan baru yang memberi makna positif, seperti mencoba hobi baru.
Selain itu, seseorang juga bisa tetap merasa dekat secara simbolis dengan orang yang telah tiada, seperti mendoakan, menulis surat, atau melakukan kegiatan yang dulu sering dilakukan bersama.
Agata mengingatkan, salah satu langkah penting untuk bangkit dari duka adalah menjaga hubungan sosial dan tidak menutup diri.
Dalam kondisi berduka, banyak orang cenderung mengisolasi diri karena merasa tidak ingin membebani orang lain. Padahal, dukungan sosial sangat penting untuk membantu proses pemulihan emosional.
“Meski berduka, kamu sebaiknya tetap membangun rutinitas baru, menjaga hubungan sosial, dan menemukan kembali makna dalam hidup. Hal itu dapat menjadi langkah penting untuk bangkit,” katanya.
Menemukan makna baru bisa berarti berbagai hal, mulai dari memaknai ulang hubungan dengan orang yang sudah meninggal hingga menemukan kembali tujuan hidup yang sempat hilang karena duka.
Ia menilai, menjalani rutinitas bukan berarti melupakan. Justru, rutinitas baru dapat menjadi cara seseorang menata ulang hidupnya dan berdamai dengan rasa kehilangan yang ada.
Meskipun setiap orang memiliki waktu pemulihan yang berbeda, Agata mengingatkan pentingnya mengenali batas diri.
Jika rasa kehilangan terasa terlalu berat hingga mengganggu aktivitas harian, sebaiknya tidak ragu untuk mencari bantuan profesional.
“Jika rasa dukanya begitu berat hingga mempengaruhi banyak aspek di kehidupan seperti tidur, konsentrasi, pekerjaan, dan makan, maka rasanya perlu untuk menemui profesional,” ucapnya.
Psikolog atau konselor dapat membantu seseorang menavigasi proses berduka dengan lebih sehat, memberi ruang untuk memproses emosi, dan memberikan strategi untuk menata ulang keseimbangan hidup.
Berduka adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Namun, yang terpenting adalah bagaimana seseorang memilih untuk menghadapi dan melewatinya.
Proses ini tidak selalu mudah, tapi setiap langkah kecil menuju penerimaan adalah bentuk kekuatan yang nyata.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/16/213500520/bangkit-dari-duka-usai-orangtua-meninggal-psikolog-ingatkan-pentingnya