Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Anak Muda Pilih Thrifting Pakaian Bekas, Tak Cuma Harga Murah

DEPOK, KOMPAS.com - Mengapa tren thrifting atau membeli pakaian bekas diminati anak muda? Jawabannya tak cuma harga yang lebih murah dibandingkan pakaian baru.

Menurut salah seorang pembeli baju thrift, Aika (19), banyak produk lokal belum berani menghadirkan desain yang berbeda.

  • Pedagang Thrifting di Depok Bingung Hadapi Larangan Impor Pakaian Bekas
  • Cara Mencuci Baju Thrifting agar Aman di Kulit Menurut Pakar

"Aku kadang kalau melihat produk lokal modelnya itu-itu lagi, kayak enggak ada inovasi," kata Aira saat ditemui Kompas.com di Depok Town Square, Jawa Barat, Senin (3/11/2025).

Alasan anak muda pilih thrifting

1. Merek lokal masih terjebak di gaya lama

Di tengah isu larangan impor pakaian bekas ilegal, Aika menganggap sebagian besar produk lokal belum mampu menyesuaikan model dengan tren yang berkembang.

Ia melihat banyak merek pakaian dalam negeri yang masih main aman dengan desain sederhana.

"Jadi kayak, the model is stuck in that era (desainnya ketinggalan zaman)," ujarnya.

Aika mengatakan, tren pakaian yang digemari anak muda saat ini jauh lebih beragam dibanding beberapa tahun lalu. Namun, ia merasa sebagian besar produk lokal belum mampu mengikuti perubahan itu.

"Untuk selera anak Gen Z (Generasi Z) sekarang, apalagi sekarang kan yang model-model kayak skena, starboy, style culture, itu lagi ngetren banget kan," jelasnya.

Dalam pandangannya, Aika menganggap gaya yang disukai anak seusianya saat ini cenderung lebih berani dari segi warna, potongan, dan detail.

Akan tetapi, sebagian besar merek lokal justru masih memilih gaya yang terkesan "aman".

"Jarang banget produk lokal tuh bikin baju kayak (di thrift) gitu karena produk lokal biasanya bikin baju yang modelnya clean outfit," kata Aika.

"Iya, benar-benar yang yaudah bajunya begitu aja, sedangkan, anak-anak muda zaman sekarang inovasinya makin maju, kreativitasnya juga makin maju, ide-ide mereka tuh mengalir banget," tambahnya.

Aika menilai, pakaian thrift justru menghadirkan variasi model yang jauh lebih luas. Ia melihat banyak pakaian impor bekas yang punya desain unik dan tidak bisa ditemukan pada produk lokal.

“That's why thrifting (inilah mengapa thrifting) tuh menjadi pilihan. Menjadi pilihan, karena dari thrift tuh kan baju luar negeri,” tutur Aika.

“Dari thrift juga aku melihat kalau luar negeri tuh inovasinya kayak wow banget, karena we mostly found this kind of clothes (biasanya kami menemukan jenis pakaian ini) di luar negeri, impor gitu. Kalau lokal, ya, kayak tadi aku bilang, benar-benar polosan aja,” sambungnya.

Bagi Aika, hal itu menjadi salah satu alasan mengapa thrifting tetap digemari. Ia merasa pakaian bekas impor punya variasi model yang tidak monoton dan bisa memenuhi selera banyak orang, terlebih dengan harga yang murah.

“Kalau impor, macam-macam. Aku benar-benar dapat baju kemarin yang Rp 10.000 itu. Wah, aku enggak pernah nemu itu di lokal, tapi di thrift kok ada,” ujarnya.

Menurut Aika, brand lokal sebenarnya memiliki potensi besar, tapi perlu lebih berani dalam hal desain agar bisa bersaing dengan tren fashion yang terkini 

"Buar para pelaku local brand (merek lokal) supaya harganya diturunin atau mereka inovasi model-model," saran Aika.

Hal serupa juga disampaikan oleh pembeli thrift lainnya, Novi (18). Menurut Novi, pemerintah dan para pelaku produk lokal perlu melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan dan selera masyarakat.

"Karena kalau misalnya emang mau masyarakatnya itu berpilih sama produk lokal, mereka harus siap sama tantangannya juga," ujar Novi dalam kesempatan yang sama.

  • Tetap Stylish Pakai Pakaian Thrifting, Ini yang Perlu Diketahui Sebelum Membeli
  • 4 Tips Thrifting di Blok M

Larangan impor pakaian bekas oleh Menteri Keuangan

Belakangan ini, isu larangan impor pakaian bekas tengah ramai menjadi perbincangan. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa impor pakaian bekas secara ilegal merugikan negara. 

Menurut Purbaya, aktivitas tersebut juga dinilai mematikan industri tekstil lokal dan UMKM yang memproduksi pakaian secara legal.

“Kita punya jutaan pekerja di sektor tekstil dan garmen yang harus dilindungi. Kalau pasar kita dikuasai barang bekas dari luar, bagaimana industri dalam negeri bisa tumbuh?” kata Purbaya, dilaporkan Kompas.com, Senin (27/10/2025).

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/04/193500320/alasan-anak-muda-pilih-thrifting-pakaian-bekas-tak-cuma-harga-murah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com